Thursday 30 May 2013

Ijarah dan Ijaroh al muntahia bit Tamlik


A.      Al – Ijarah (Operational Lease)
1.         Pengertian Al – Ijarah
                     Al – ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.[1]
                     Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna). Bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi, pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa.
                     Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan imbalan tertentu[2]. Dengan demikian, dalam akad ijarah  tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
2.      Landasan Syariah
a.        Al Qur’an
                                     Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al – Baqarah : 233)
                            Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan pembayaran yang patut” ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing.
b.        Al Hadist
                            “Dari ibnu Umar bahwa Rasulullah, bersabda : Berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Wajah)[3].
3.      Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah
                     Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahiya bit-Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya[4].
4.      Pengembalian Sewa
                     Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan, jika barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
                     Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir harus melepaskan barang sewaan.
5.      Teknik Perbankan al-Ijarah
                     Transaksi ijarah ditandai adanya pemindahan manfaat. Jadi, dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaan terletak pada objek barang. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah, karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan al-Ijarah al-muntahiyah bit-tamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).
                     Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.

B.       Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik (Financial Lease with Purchase Option)
1.    Pengertian Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
                     Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan.
                     Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata :
1.    At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa)
2.    At-tamliik (kepemilikan)
               Definisi dua kata tersebut secara keseluruhan :
               Pertama : at-ta’jiir menurut bahasa ; diambil dari kata al-ajr, yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijaaroh : nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
               Jadi dapat disimpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi menjadi dua :
1.    sewa barang
2.    sewa pekerjaan
               Kedua : at-tamliik secara bahasa bermakna : menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa. Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
               Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan. Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian. Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.
               Ketiga : definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik (IMB)[5]” (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah ;  sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
2.    Landasan Hukum Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
a)        Dasar hukum negara :
                     Undang-undang No.10/1998 tentang Perbankan :
·           Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah wajib dikembalikan disertai imbalan (prinsip ijarah) (pasal 1.12);
·           Prinsip syariah dalam pembiayaan barang modal dapat dilakukan dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari Bank oleh Nasabah (pasal 1.13).
·           Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah : Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam menyalurkan dana antara lain melalui transaksi jual beliberdasarkan prinsip ijarah (pasal 28).
b)        Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 28 Maret 2002 :
·           harus laksanakan akad ijarah dulu;
·           akad pemindahan kepemilikan (jual beli/hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
c)        Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59 :
·           objek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa pada saat terjadinya perpindahan hak milik objek sewa
·           perpindahan hak milik objek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa telah di selesaikan dan penyewa membeli/menerima hibah dari pemilik objek sewa.
3.         Prinsip IMBT
                     Transaksi IMBT dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna) yang nantinya akan terjadi perpindahan kepemilikan (hak milik) bisa melalui akad hibah, atau melaui akad jual beli. IMBT bertujuan untuk mengatasi permasalahan kontemporer yang semakin banyak. Permasalahan tersebut diantaranya adalah bagaimana seorang nasabah dapat memiliki benda yang sangat dibutuhkannya dengan cara menyicil dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.
4.         Bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
                     Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, al ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam al ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan kapan kepemilikan dipindahkan.
                     Ada 2 bentuk IMBT :
a)        Ijarah dengan janji akan menjual pada akhir masa sewa
                            Pilihan untuk menjual barang di akhir massa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir masa periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan bank. Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang tersebut di akhir periode.
b)        Ijarah dengan janji untuk memberikan hibah pada akhir masa sewa.
                            Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
5.         Aplikasi dalam perbankan
                     Bank – bank islam yang mengoperasikan produk al ijarah dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank – bank tersebut lebih banyak menggunakan Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan asset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
6.         Manfaat dan resiko yang harus diantisipasi
                     Manfaat dari transaksi al ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. Adapun resiko yang mungkin terjadi dalam al ijarah adalah sebagai berikut :
a)        Default; nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
b)        Rusak; asset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank
c)        Behenti; nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli asset tersebut. Akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.




DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad syafi’I. 2001. bank syariah : dari teori ke praktik. Jakarta : gema inzani dan tazkia cendekia.
Kharim, Ir. Adiwarman. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqih  dan Keuangan. Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada.
Abidin, Muhammad Zainal Personal Site. 31 Maret 2013, pukul : 18.41. Hukum Al Ijarah(sewa). http://www.masbied.com/2010/06/02/hukum-al-ijarah-sewa/com.
Qamaruddin, Muhammad. 31 Maret 2013, pukul :18.41. MURABAHAH, IJARAH, DAN IJARAH MUNTAHIYA BIT TAMLIK (IMBT). http://qamaruddinshadie.blogspot.com/2012/04/murabahah-ijarah-danijarah-muntahiya_11.html


[1] Muhammad syafi’I Antonio, bank syariah : dari teori ke praktik  (Jakarta : gema inzani dan tazkia cendekia, 2001) hal. 117
[2] Ir. Adiwarman Kharim, Bank Islam : Analisis Fiqih  dan Keuangan  (Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 128

[3] Muhammad Zainal Abidin Personal Site.Hukum Al Ijarah(sewa). http://www.masbied.com/2010/06/02/hukum-al-ijarah-sewa/com. (31 Maret 2013, pukul : 18.41)
[4] Muhammad Qamaruddin.MURABAHAH, IJARAH, DAN IJARAH MUNTAHIYA BIT TAMLIK (IMBT). http://qamaruddinshadie.blogspot.com/2012/04/murabahah-ijarah-danijarah-muntahiya_11.html. (31 Maret 2013, pukul :18.41)
[5] Muhammad syafi’I Antonio, bank syariah : dari teori ke praktik  (Jakarta : gema inzani dan tazkia cendekia, 2001) hal. 118

Menghitung Pendapatan dalam ekonomi islam

A.      Pengertian Pendapatan Nasional
              Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan para ahli  ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product (GNP)), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
              Jadi, Pendapatan Nasional adalah Jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi / rumah tangga (RT), yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam sebuah negara pada suatu periode tertentu (biasanya dalam kurun waktu 1 tahun). Secara sederhana pendapatan nasional (national income), merupakan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu biasanya satu tahun.
              Pendapatan Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai, dan begitu pula sebaliknya.
              Pada perhitungan pendapatan nasional perlu diperhatikan juga adalah tentang status barang tersebut. Barang bekas tidak dapat kita jadikan perhitungan sebagai pendapatan nasional, karena pada barang bekas telah diperhitungkan sebagai pendapatan nasional semenjak barang tersebut pertama diproduksi. Jadi jika barang bekas tetap dihitung sebagai pendapatan nasional, maka akan terjadi perhitungan ganda atau yang sering disebut dengan double counting.
              Dalam perhitungan pendapatan nasional juga terdapat istilah yang disebut dengan GDP dan GNP. Masing-masing memiliki kepanjangan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) hal yang membedakan diantara keduanya adalah, GDP adalah perhitungan pendapatan nasional pada area domestic, jadi apa saja yang diproduksi dalam Negara (domestic) maka product tersebut akan diakui sebagai pendapatan nasional. Sedangkan GNP adalah perhitungan pendapatan Nasional pada setiap warga Negara asli yang menghasilkan product, jadi apa saja yang dihasilkan warga Negara meskipun ia berada diluar Negara maka akan diakui sebagai pendapatan Negara.
B.       Pendapatan Nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam
              Dalam perhitungan Pendapatan Nasional secara konvensional sering sekali terjadi masalah keraguan, masalahnya ketika kita melihat perhitungan yang dilakukan dengan cara GDP riil misalnya, pasti pendapatan tersebut adalah hasil output dibagi dengan jumlah penduduk. Lalu jika ada beberapa orang dari sekian penduduk yang memiliki pendapatan rendah apakah akan adil perhitungannya jika outuput total dibagi dengan jumlah penduduk? Padahal mungkin ada satu sisi masyarakat yang memang produktif tapi mungkin ada juga sisi lain yang mana ternyata masyarakatnya kurang produktif. Maka perlu adanya perhitungan yang memang benar-benar mencerminkan pendapatan nasional yang sesungguhnya. Maka dalam perhitungan ekonmi islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu[1]:
1.    Pendapatan national harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan penyebaran penduduk
2.    Pendapatan National perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas produksinya tidak dapat disamakan.
3.    Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.
C.      GNP dalam Perspektif Islam
              Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah panggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, di mana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini. Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi (nidzom al-iqtishad) merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya.
              Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam.
              Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahtraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak biasa. Empat hal tersebut adalah[2]:
1.         Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
                        Penghitungan pendapatan nasional islami harus dapat mengenali
penyebaran alamiah dari output per kapita tersebut, karena dari sinilah
nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa masuk. Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
2.         Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
                        Peningkatan produksi pertanian di tingkat rakyat pedesaan,
umumnya justru mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan ditanga
n konsumen subur, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen. Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendapatan.
3.         Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami
                        Sungguh menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin dengan Measures for Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi barat. Kalau GNP mengukur hasil, maka MEW merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga yang memberi kontribusi kepada kesejahteraan manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahteraan rumah tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan ekonomi sesungguhnya sangat bergantung pada tingkat konsumsinya.
4.         Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
                        Sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam masyarakat islam. Dan ini bukan sekedar pemberian suka rela kepada orang lain namun merupakan bagian dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam masyarakat Islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Meski tidak gampang memperoleh datanya, upaya mengukur nilai dari pergerakan semacam ini dapat menjadi informasi yang sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial yang mengakar di masyarakat islam.
D.      Konsep  Pendapatan Nasional
              Untuk lebih memahami pendapatan nasional serta menghindari adanya kekeliruan, maka dalam ilmu ekonomi dikenal beberapa konsep pendapatan[3].
1.    Produk Domestik Bruto (PDB)
                        Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga masyarakat (termasuk warga negara asing) suatu negara dalam periode tertentu biasanya satu tahun.
                        Komponen-komponen pendapatan nasional yang termasuk dalam penghitungan dengan metode produksi, di antaranya, adalah sebagai berikut:
a.              Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
b.             Pertambangan dan penggalian
c.              Industri pengolahan
d.             Listrik, gas, dan air minum
e.              Bangunan
f.              Perdagangan, hotel, dan restoran
g.             Pengangkutan dan komunkasi
h.             Bank dan lembaga keuangan lainnya
i.               Sewa rumah
j.               Pemerintahan dan pertahanan
k.             Jasa-jasa
                        Hasil produksi dari setiap lapangan usaha tersebut dijumlahkan dalam satu tahun lalu dikalikan harga satuan masing-masing. Maka rumusnya adalah:
Y = (Q1.P1)+(Q2.Q2)+…(Qn.Pn)
K eterangan:

Y = Pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto)
Q = Jumlah barang
 P = Harga barang

2.    Produk Nasional Bruto (PNB)
                        Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di dalam negeri, tidak termasuk GNP.
                        Komponen-komponen yang termasuk pendapatan nasional menurut metode pengeluaran adalah sebagai berikut :
a.              Rumah tangga dengan jenis pengeluaran Konsumsi (Consumption/C )
b.             Perusahaan dengan jenis pengeluaran Investasi (Investment/ I)
c.              Pemerintah dengan jenis pengeluaran, Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure/G)
d.             Masyarakat luar negeri dengan jenis pengeluaran EksporImpor  (Export – Import/ X-M)
                        Dengan Y sebagai Produk Nasional Bruto, maka didapat rumus sebagai berikut :
Y = C + I + G + (X – M)
                        *) Jika PNB (GNP) tersebut dibagi jumlah penduduk, akan menghasilkan pendapatan per kapita.          
3.         Produk Nasional Netto (PNN)
                        Produk Nasional Netto (Net National Product/NNP) atau produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
                        Lebih jelasnya dapat dilihat komponen-komponen pendapatan nasional menurut metode pendapatan yaitu:
a.              Alam dengan sewa (rent/r) sebagai balas jasa
b.             Tenaga kerja dengan upah/gaji (wage/w) sebagai balas jasa
c.              Modal dengan bunga (Interest/ i) sebagai balas jasa
d.             Skill Kewirausahaan (Entrepreneurship) dengan laba (profit/ p)
                        Dalam rumus akan tampak sebagai berikut:
Y = r + w + i + p
                        *) Hasil penghitungan pendapatan nasional (Y) dengan metode ini disebut Pendapatan Nasional (PN) atau National Income (NI).
1.         Pendapatan Nasional Netto (Bersih)
                        Pendapatan Nasional Bersih (Net National Income/NNI) adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income) dikurangi dengan pajak tidak langsung.
2.         Pendapatan Perseorangan
                        Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial maupun pembayaran yang bersifat transfer payment (pembayaran pindahan) seperti pensiunan.
3.         Pendapatan Bebas
                        Pendapatan Bebas (Disposable Income/DI) adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap untuk dibelanjakan penerimanya. Pendapatan ini merupakan hak mutlak bagi penerimanya. Pendapatan bebas diperoleh dari pendapatan perseorangan dikurangi pajak langsung.
4.         Pendapatan yang Dibawa Pulang
                        Pendapatan yang dibawa pulang (Take Home Pay/THP) adalah pendapatan yang dibawa pulang untuk membayar bermacam-macam kebutuhan. Pendapatan ini mempengaruhi permintaan efektif, sebab menggambarkan daya beli masyarakat. Take Home Pay diperoleh dari Disposbale Income dikurangi kewajiban/pengeluaran kepada pihak lain seperti untuk membayar utang[4].
E.       Metode Perhitungan Pendapatan Nasional
              Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga pendekatan, yaitu:
1.         Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (production approach).                          
                Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh berdasarkan pendekatan nilai tambah dari suatu barang yang diproduksi, maksudnya adalah. Suatu barang akan diperhitungkan nilainya hanya pada barang siap pakai saja (final goods)
                 Penggunaan konsep ini dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double accounting). Adapun nilai tambah adalah selisih harga jual produk dengan biaya produksi.
Perhitungan pendapatan dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada.
                 contoh : pada proses pembutan sepatu. Sebuah sepatu tidak akan diperhitungkan harga dari setiap bahan-bahan yang dibutuhkannya seperti kulit, benang, pewarna ataupun hiasannya. Tetapi yang akan diperhitungkan dalam Pendapatan Nasional adalah harga dari setiap sepatu yang sudah siap pakai. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perhitungan ganda. Pada Negara Indonesia sendiri perhitungan produksi ini biasanya hasil dari penjumlahan produksi dari setiap industry-industri.
                 Metode produksi dapat dilihat dengan persamaan sebagai berikut :
Y = ∑ NTb1-9 atau Y = NTb1 + NTb2 + NTb3 ............................+NTb9
       Keterangan Y = Pendapatan nasional
NTb = Nilai Tambah
2.         Pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (income approach)
                                    Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini biasanya berdasarkan seberapa besar jumlah konsumsi atau penggunaan uang suatu Negara, yang mana perhitungannya sendiri dapat dilakukan melalui 4 sektor pengeluaran yaitu:

·      Konsumsi Rumah Tangga (C)
·      Investasi (I)
·           Pengeluaran Pemerintah (G)

·      Pengeluaran Eksport dan Import (X-M)
                                    Dalam perhitungan ekonomi biasanya lebih familiar dengan formula :
Y =  C + I + G + X-M
                        Yang mana formula diatas lebih condong kepada pemerintahan yang sudah membuka keran ekspor impor di negerinya. Atau lebih sering disebut dengan perekonomian terbuka.
                        Adapun dalam perhitungan ekonomi tertutup adalah :
Y = C + I + G
                                    Yang membedakan diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport dan Import dalam suatu Negara. Jika Negara tidak melakukan Eksport-Import maka perekonomiannya bisa disebut dengan perekonomian tertutup, sedangkan jika sudah melakukan Eksport-Import maka disebut juga dengan  perekonomian terbuka.
3.         Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan (expenditure approach)
                        Pengertian pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat sebagai balas jasa atas penyerahan faktor-faktor produksi yang dimiliki selama tahun yang dinilai dengan satuan nilai uang.
Dengan demikian penghitungan ini merupakan penjumlahan dari sewa tanah, gaji upah, bunga modal atau bagi hasil investasi dan laba pengusaha. Secara matematis dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
Y = W + I + R + P
Keterengan :
Y= pendapatan nasional
W (wages) = upah
I (interest/ invesment) = bunga (konvensional) atau bagi hasil (syariah)
R (Rent) = sewa
P (profit) = laba pengusaha
                        Penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan menggunakan bunga (interest/ I) dalam penghitungan matematisnya, sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (invesment/ I), karena bunga adalah riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.
                        Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product). NNP ini sama dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan penyusutan ini perlu dilakukan agar perhitungan cadangan produksi dapat terjaga. Dalam perhitungan ini pula kita mengenal dengan apa yang disebut dengan GDP riil dan GDP nominal. GDP riil adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun dasar, sedangan GDP nominal adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun tersebut.



[1] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 193.
[2]  Ibid., hlm. 197
[3] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroeonomi & Makroekonomi). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), hlm. 235.
[4] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 35