Wednesday 2 April 2014

HARTA (Pengertian, Kedudukan, Fungsinya dan Persfektif Ajaran Islam)

BAB I
LATAR BELAKANG
A. PENDAHULUAN
Harta dalam bahasa Arab disebut al-amaal yang berasal dari kata مَالَ - يَمِيْلُ - مَ يْلاَ yang berarti condong, cenderung, dan miring.Harta menurut syariat: segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan manfaatnya).
Harta menurut ulama: sesuatu yang berwujud dan dapat dipegang dalam penggunaan dan manfaat pada waktu yang diperlukan. Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.
Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.
Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesam manusia.
Oleh karena itu, harta dalam perspektif Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam makalah ini baik dalam hubungannya kepada sang Khaliq, maupun harta yang bersifat materi maupun non materi.
Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak urg ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya, baik yang bersifat materi atau immateri. Dalam kerangka memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antarmanusia (mu’amalah), karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling membutuhkan dan terkait dengan manusia lainnya.
Dalam konteks tersebut, harta hadir sebagai objek transaksi, harta urg dijadikan objek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, partnership (kontrak kerja sama), atau transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari karakteristik dasarnya (nature), harta juga urg dijadikan sebagai objek kepemilikan, kecuali terdapat urge yang menghalanginya.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang harta, meliputi definisi, fungsi, kedudukan, dan harta dalam perspektif Islam
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian harta
b. Kedudukan harta
c. Fungsi harta
d. Harta dalam perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Harta

Dalam istilah ilmu fiqih, dinyatakan oleh kalangan Hanafiyah bahwa harta itu adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan mungkin disimpan untuk digunakan saat dibutuhkan. Namun harta tersebut tidak akan bernilai kecuali bila dibolehkan menggunakannya secara syariat.[1] Sedangkan Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV, hal, 40), secara urgerc, al maal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan urg dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi’il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti; urger, lamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pin tempat tinggal.[2]
Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984). Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut urge syara’ (urge Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di dalam Al Quran, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi)[3], seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.

B.         Kedudukan Harta

Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan dunia. Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan yang seimbang. Materi atau harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-kejadian. Maka disan kewajiban itu lebih dipentingkan daripada materi. Tetapi materi menjadi jalan untuk merealisir sebagai kebutuhan-kebutuhan dan manfaat-manfaat yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang kepada hal yang bersifat materi, yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum, tanpa berbuat dhalim dan berlebihan.
Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan Karen itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. Telah memberikan pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.
Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena Allah SWT. Menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan Allah.
Adapun pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak dijelaskan dalam al-Qur’an adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya sebagai wakil dan pemegang saja, yang mana pada dahirnya sebagai pemilik, tetapi pada hakikatnya adalah sebagai penerima yang bertanggung jawab dalam perhitungnnya. Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki adalah terbebas dari hitungan.
Pada al-Qur’an surat al-Kahfi: 46 dan an-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak dan keturunan. Jadi, kebutuhan manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta:
a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
b. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir
d. Aktivitas yang merupakan pemborosan
e. Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti narkotika dan minuman keras.
Kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa “Asal atau pokok dalam masalah transaksi mu’amalah adalah sah, sampai ada dalil yang membatalakan dan yang mengharamkannya”.

C.        Fungsi Harta

Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai beragam cara yang dilarang syara’ dan urge urge, atau ketetapan yang disepakati oleh manusia.
Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk kesenangna semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai dengan syara’, antara lain untuk:
1.       Kesempurnaan ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat.
2.       Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufuran.
3.       Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisaa’:9).
4.       Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW. Bersabda:

                 مَاأَكَلَ أَحَدٌطَعَامًاقَطٌّ خَيْرًامِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ

( دَاوٗدَكَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى عن المقدام بن معد يكرب

Artinya:
tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil keringatnya sendiri” (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba)

Dalam hadist lain dinyatakan:

                                        لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ الدُنْيَالاِٰخِرَتِهِ وَلاَاٰخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ 

              
( حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَاجَمِيْعًافَاِنَّ الدُّنْيَابَلاَغٌ إِلَى اْلاٰخِرَةِ ( رواه البخارى





Artinya:
bukanlah orang yang baik bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia kepada masalah akhirat” (HR. Bukhari)
5.       Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
6.       Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.
7.    Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
8.    Untuk menumbuhkan silaturrahim.[4]

D.        Pandangan Islam Memandang Harta
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
5)      Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya

(#qãZÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qà)ÏÿRr&ur $£JÏB /ä3n=yèy_ tûüÏÿn=øÜtGó¡B ÏmŠÏù ( tûïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qà)xÿRr&ur öNçlm; Öô_r& ×ŽÎ7x. ÇÐÈ


Artinya :
“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”. (QS Al_Hadiid: 7).[5]
[1456]  yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut urge-hukum yang Telah disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.

Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda: “Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan”.
2) Status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut:[6]
a.    Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
b.    Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).
c.    Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28).
d.    Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60;
* (#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)­GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ä¨$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ
Artinya :
 “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada urge yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.s Ali Imran: 133-134).[7]
3) Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya.
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q.s. Al-Baqarah:267).[8]
Dalam sebuah Hadits di katakana :
“Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah”. (HR Ahmad).
4) Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßƒÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya :
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (Q.s. Al-Hasyr: 7).[9]
5) Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ
Artinya :
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Maidah :38)[10]





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi) seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena itu, di dalam Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Dalam artian, terdapat keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap Tuhan,.
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi delapan bagian.




DAFTAR PUSTAKA


Suhendi, Hendri, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002)


Q.s Ali Imran: 133-134
Q.s. Al-Baqarah:267
QS Al_Hadiid: 7
Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih, Prof. Dr. Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004)
Ensklopedi Indonesia (Bandung: PT Van Hoeve,tt)


[1] Abdullah al-Mushlih, Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004), hlm 73
[3] Ensklopedi Indonesia (Bandung: PT Van Hoeve,tt)
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 29
[5] QS Al_Hadiid: 7
[6] http://nabela.blogdetik.com/islamic-economic/kedudukan-harta-dalam-islam/
[7] Q.s Ali Imran: 133-134
[8] Q.s. Al-Baqarah:267
[9] Q.s. Al-Hasyr: 7
[10] Al-Maidah :38




Sumber : http://rudinihartomadjirung.blogspot.com/2013/09/harta-pengertian-kedudukan-fungsinya.html