Thursday, 12 June 2014

PRINSIP AL KAFALAH


A.    PengertianAl-Kafalah
Al Kafalah secara etimologi berarti  الضمان   (jaminan),  الحمالة  (beban), danالزعامة    (tanggungan).
Menurut Syafi’iyah, Kafalah adalah suatu akad yang menghendaki tetapnya suatu hak yang ada dalam tanggungan orang lain, atau menghadirkan benda yang ditanggungkan, atau menghadirkan badan orang yang harus dihadirkan.[1]
Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari dhamman, yang berarti penjaminan sebagaimana tersebut di atas. Namun dalam perkembangannya, Kafalah  identik dengan kafalah al-wajhi (personal guarantee, jaminan diri), sedangkan dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk barang/harta benda.[2]
Al Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh pemberi jaminan (penanggung) kepada pihak lain untuk memenuhi kewajiban pihak yang ditanggung. Dalam akad kafalah, diperjanjikan bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seorang kreditor yang memberikan hutang kepada seorang debitur, yaitu pihak penjamin memberikan jaminan bahwa hutang yang dilakukan oleh debitur kepada kreditor akan dilunasi oleh penjamin bila debitur wanprestasi. Pemberi jaminan disebut kafil dan yang dijamin disebut makful.[3]
Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memilki definisi secara lebih tersusun dan jelas sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain. Dalam dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf  itu juga kembali disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
  1. Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk menngganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya.
  2. kafalah sebagai akad yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang untuk menanggung hukuman yang seharuasnya diberikan kepada sang terhukum dengan menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah An Nafs
  3. kafalah yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang dalam mengembalikan ‘ain madhmunah peda orang yang berhak.[4]
B.     Landasan Hukum Kafalah
  1. Al-Qur’an
Q.S. Yusuf (12) : 72
قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ
Artinya : “Penyeru-penyeru itu berkata : “Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.[5]
QS. al-Ma’idah [5]: 2
وَالْعُدْوَانِ الإثْمِ عَلَى تَعَاوَنُوا وَلا وَالتَّقْوَى الْبِرِّ عَلَى وَتَعَاوَنُوا
Artinya : “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran”.[6]
  1. Hadits
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: ( تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا, فَغَسَّلْنَاهُ, وَحَنَّطْنَاهُ, وَكَفَّنَّاهُ, ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ? فَخَطَا خُطًى, ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ? قُلْنَا: دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ, فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ, فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: اَلدِّينَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُحِقَّ اَلْغَرِيمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَا اَلْمَيِّتُ? قَالَ: نَعَمْ, فَصَلَّى عَلَيْهِ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda akan menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa langkah kemudian bertanya: "Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.[7]
C.    Fatwa  Dewan Syari’ah Nasional No: 11/DSN-MUI/IV/2000
  1. Ketentuan Umum Kafalah
a.       Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
b.      Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
c.       Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
  1. Rukun dan Syarat al-Kafalah
a.       Pihak Penjamin (Kafiil)
1)      Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
2)      Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
b.      Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
1)      Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
2)      Dikenal oleh penjamin.
c.       Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
1)      Diketahui identitasnya.
2)      Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
3)      Berakal sehat.
d.      Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
1)      Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
2)      Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
3)      Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
4)      Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
5)      Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
  1. Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[8]
D.    Macam-Macam Kafalah
  1. Kafalah Bin-Nafs, adalah jaminan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang mengajukan hutang kepada pihak lain.
  2. Kafalah Bil-Mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
  3. Kafalah Bit-Taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang sewaan pada saat yang diberikan penjamin atas pekerjaan yang dilakukan oleh pihak yang dijamin. Kafalah al munjazah dibatasi oleh kurun waktu tertentu atau dihubungkan dengan maksud tertentu.
  4. Kafalah Al Munjazah, jaminan yang diberikan oleh penjamin atas pekerjaan yang dilakukan oleh pihak yang di jamin
  5. Kafalah Al-Mu’allaqah, akad perjanjian yang dilakukan oleh tiga pihak, yaitu pihak penjamin, pihak terjamin, dan pihak yang dijamin. Jenis kafalah almuallaqah hampir sama dengan kafalah al munjazah.[9]
E.     Penerapan al-Kafalah dalam Perbankan Syariah
1.      Kafalah bin-Nafs
Misalkan seorang nasabah yang mendapatkan pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun , tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang di biayai mengalami kesulitan.
2.      Kafalah bit-Taslim
Jenis pemberian jaminan ini dapat di laksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
3.      Kafalah al-Munjazah
Pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds “jaminan prestasi”, suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad.[10]
4.      Bank Garansi
Bank Garansi merupakan jaminan pembayaran yang di berikan oleh bank kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan, badan, atau lembaga keuangan lainnya dalam bentuk surat jaminan.[11]
5.      Syariah Card
Kafalah dapat di aplikasikan dalam  syariah card di samping menggunakan akad qard, ariyah atau ijarah. Kafalah dalam hal penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transkasi antara pemegang kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank penerbit kartu.[12]
6.      Pembukaan L/C (Letter of Credit) Impor
Pembukaan L/C akan menimbulkan kewajiban bagi  issuing  bank untuk melakukan pembayaran kepada beneficiary  (eksportir / penjual), karena issuing (bank pembuka L/C) bank mengambil alih kewajiban importir untuk membayar barang yang di bayar kepada eksportir. Untuk itu issuing bank akan meminta jaminan pembukaan L/C dari importir yang berupa setoran marginal deposit/MD
7.      Standby L/C
Standby L/C adalah suatu janji tertulis bank yang bersifat irrevocable (tidak dapat di batalkan) yang di terbitkan atas permintaan pemohon untuk membayar kepada beneficiary (eksportir/ penjual) atau bank yang mewakili beneficiary untuk melakukan penagihan, apabila dokumen yang di serahkan telah sesuai dengan persyaratan dokumen yang tercantum dalam standby L/C.
8.      Asuransi Syariah (takaful)
Perusahaan asuransi merupakan pihak penanggung atau penjamin, sedangkan peserta asuransi adalah pihak tertanggung atau yang di jamin. dimana pihak yang terjamin di wajibkan membayar premi asuransi dalam masa tertentu, lalu pihak yang menjamin akan mengganti kerugian jika terjadi sesuatu pada diri si terjamin.[13]



[1] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), hlm. 435.
[2] Ahmad Isa Asyur,Fikih al-Muyassar fi al-Muamalah, (Terj). (Solo: Pustaka Mantiq, 1995).Hal. 276.
[3] Drs. Ismail, Perbankan syariah, (Jakarta : Kencana prenada media group, 2011),  hlm. 201
[4] M. Dumairi Nor, dkk, Ekonomi Syariah Versi Salaf, (Pasuruan : Pustaka Sidogiri, 2008.) hal. 73
[5] Al quran dan terjemah  surat yusuf 12 : 72
[6] Al quran dan terjemah  surat al maidah 5 : 2
[7] Al-Hafidh Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam (Jeddah: Al-Harmain.)Hal. 186.
[8]www.mui.or.id fatwa-dsn-mui  diakses tanggal 29 Maret 2013 pukul 12:21
[9] Drs. Ismail, Perbankan syariah, (Jakarta : Kencana prenada media group, 2011),  hlm. 203-204
[10]  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Cet.14. Jakarta: Gema Insani.2009. hal. 125.
[11] Kasmir. Dasar-dasar Perbankan. Cet.2. Jakarta:Rajawali Pers. 2003. hal 194.

[13] Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:Zikrul. 2008. hal 95-96.