BAB I
PENDAHULUAN
Pandangan
ini tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna.
Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu
perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)
Semua
sumberdaya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT
untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara
sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan
oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan
ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional.
Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang
bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi
yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi
manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an
juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis
masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi
“merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan
berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu
aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Produksi
Dr.
Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa
Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu
sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin
bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin
muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas).
Produksi
menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan
hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Dari
dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu
barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi
dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya
adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai
kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa
dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah
substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya
mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi
(ekstraktif).
Memindahkannya
dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau
menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang
akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu,
menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi
bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan,
pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan
cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru3.
Tujuan Produksi
Dalam
konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk
memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam
ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan
Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun
dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah,
memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan
hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan
ditambah dengan berkah.
Keuntungan
bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh
setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud
segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi rodusen sendiri
dan manusia secara keseluruhan.
Keberkahan
ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam
dalam kegiatan produksinnya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka
pendek akan menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi
dalam jangka panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan,
kerena meningkatnya permintaan.[2]
Berkah
merupakan komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu,
bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus
dimasukkan dalam input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share)
nyata dalam membentuk output.
Berkah
yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang
dipergunakan untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat
baik dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang
ilegal (tanpa izin) baik itu dari hasil illegal logging, maupun
penggunaan bahan baku yang tanpa batas dalam penggunaannya dalam jangka
waktu pendek mungkin akan memiliki nilai manfaat yang
baik(pendistribusian baik), tetapi dalam jangka waktu panjang akan
menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan baku dari ilegal
logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai bencana, dan akan
memberikan nilai mudharat kepada para penerus/generasi selanjutnya.
B. Faktor Produksi
Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Perbedaan
ekonomi islam dengan ekonomi konvesional terletak pada filosofi
ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan
pemikiran dengan nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah,
sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat
digunakan.
Dengan kata lain, factor produksi ekonomi islam dengan ekonomi konvesional tidak
berbeda, yang secara umum dapat dinyatakan dalam :
a. Faktor produksi tenaga kerja
b. Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong
c. Faktor produksi modal
Di
antara ketiga factor produksi, factor produksi modal yang memerlukan
perhatian khusus karena dalam ekonomi konvesional diberlakukan system
bunga. Pengenaan bunga terhadap modal ternyata membawa dampak yang luas
bagi tingkat efisiansi produksi. ‘Abdul-Mannan mengeluarkan modal dari
faktor produksi perbedaan ini timbul karena salah satu da antara dua
persoalan berikut ini: ketidakjelasan anttara faktor-faktor yang
terakhir dan faktor-faktor antara, atau apakah kita menganggap modal
sebagai buruh yang diakumulasikan, perbedaan ini semakin tajam karena
kegagalan dalam memadukan larangan bunga(riba) dalam islam dengan peran
besar yang dimainkan oleh modal dalam produksi.[3]
Kegagalan
ini disebabkan oleh adannya prakonseps kapitalis yang menyatakan bahwa
bunga adalah harga modal yang ada dibalik pikiran sejumlah penulis.
Negara merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui
pembelanjaannya yang akan mampu meningkatkan produksi dan melalui
pajaknya akan dapat melemahkan produksi.
Pemerintah
akan membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan
sumber utama bagi semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak
hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan,
tetapi juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin
besar belanja pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang
tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan
bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan politik.
Oleh karena itu, untuk mempercepat pembangunan kota, pemerintah harus
berada dekat dengan masyarakat dan mensubsidi modal bagi mereka seperti
layaknya air sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah di
sekitarnya, sementara di kejauhan segalanya tetap kering.
Faktor
terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin
beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan
menjamin keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea
cukai yang ringan akan membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih
aktif berusaha sehingga bisnis akan mengalami kemajuan. Pajak yang
rendah akan membawa kepuasan yang lebih besar bagi rakyat dan berdampak
kepada penerimaan pajak yang meningkat secara total dari keseluruhan
penghitungan pajak.
Produksi Dengan Tekhnologi Konstan
Konsep
produksi yang sesuai dengan nilai islam adalah konsep yang menganggap
bahwa tekhnologi berproduksi adalah konstan, tekhnologi yang
memanfaatkan sumberdaya manusia sedemikian rupa sehingga manusia mampu
meningkatkan harkat kemanusiaannya. Permasalahan produksi bukanlah
mencari tekhnologi berproduksi sedemikian rupa sehingga memberikan
keuntungan maksimum, melainkan mencari jenis output apa, dari berbagai
kebutuhan manusia, yang bisa di produksi dengan tekhnologi yang sudah
ada sehinga memperoleh mashlahah maksimum.
C. Pola Produksi
Berdasarkan
pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut
Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata
didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva
permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu
perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi.
Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusalas arikan kebebasan untuk
berproduksi, namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi
permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan
riil masyarakat terabaikan.
Dari
sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi
(manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh
setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga
dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian,
produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang
diproduksi, berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa
suatu produk diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa
yang memproduksi?
Berikut akan dijelaskan sekilas mengenai ketujuh aktivitas produksi.
1. Apa yang diproduksi
Terdapat
dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk
yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat
(primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan
masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)
2. Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah
produksi di pengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern
meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal,
faktor SDM, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi
adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang
dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3. Kapan
produksi dilakukan Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi
kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4. Mengapa suatu produk diproduksi
a. Alasan ekonomi
b. Alasan kemanusiaan
c. Alasan politik
5. Dimana produksi itu dilakukan
a. Kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
b. Murahnya sumber-sumber ekonomi
c. Akses pasar yang efektif dan efisien
d. Biaya-biaya lainnya yang efisien
6. Bagaimana proses produksi dilakukan: input- proses – out put - out come
7. Siapa yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, indovidu
Dengan
demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa
jumlahnya (how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi
tersebut (for whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi
tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
D. Etika Produksi
Etika
sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh
dipraktikan atau justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya
dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika
sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara
filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas.
Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu etika
deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif
menjelaskan pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui
motivasi, kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku
manusia. Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha
menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan
apakah prinsip-prinsip dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika
(metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan bahasa
yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai
untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika mempertanyakan
makna yang dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk
membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Apa
yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan
keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada
tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan
organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral. Karenanya kita
berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat
mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong
oragnisasi ke arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode
sebagai alat etika perusahaan secara umum. Tetapi timbul pertanyaan:
dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak
manajerial-manajerial pembuat keputusan.
Jika
kita berbicara tentang nilai dan akhlak dalam ekonomi dan mu’amalah
Islam, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama,yaitu:
Rabbaniyah (Ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan dan Pertengahan.
Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi
ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang
bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang
berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini
memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah
Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan
distribusi10. Raafik Isaa Beekun dalam bukunya yang berjudul Islamic
Bussines Ethics menyebutkan paling tidak ada sejumlah parameter kunci
system etika Islam yang dapat dirangkum sbb:
a. Berbagai
tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu
yang melakukannya. Allah Maha Kuasa an mengetahui apapun niat kita
sepenuhnya secara sempurna.
b. Niat
baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat
yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.
c. Islammemberikan
kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindakberdasarkan apapun
keinginannya, namun tidak dalam hal tanggungjawab keadilan.
d. PercayakepadaAllah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
e. Keputusan
yang menguntungkan kelompok mamyoritas ataupun minoritas secara
langsung bersifat etis dalam dirinya.etis bukanlahpermainan mengenai
jumlah.
f. Islam
mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai system
yang tertutup, dan berorientasi diri sendiri.Egoisme tidak mendapat
tempat dalam ajaran Islam.
g. Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur’an danalam semesta.
h. Tidak
seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong
umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam
kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian
dunia, kaum Muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya
adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai
kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa
dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah
substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya
mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi
(ekstraktif).
Dalam
konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk
memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam
ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan
Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun
dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah,
memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan
hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan
ditambah dengan berkah.
B. Daftar Pustaka
1. Agustianto.Etika Produksi Dalam Islam,
3. Setiawan. Instrumen Ekonomi Syariah Untuk Transformasi Masyarakat
4. Ali Hasan. Meneguh Kembali Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam
6. Bambang Rudito & Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
7. Hermant Laura Pincus, 1998. Perspective in Business Ethics, Irvin McGraw Hill Khaerul. Produksi dan Konsumsi Dala Al Qur’an,
8. Khatimah Husnul , Teori Produksi Islam, Kafe Syariah.net
9. M.A. Mannan, “The Behaviour of The Firm and Its Objective in an Islamic Framework”,
10. Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif, Longman Malaysia (1992),