2.1 Asas Yuridis
Menyatakan bahwa Hukum
Pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan jaminan
hukum, baik untuk negara maupun bagi warga negaranya, bagi fiskus dan juga bagi
wajib pajak. Artinya setiap pengenaan dan pemungutan pajak harus berdasarkan
Undang-undang.
Logikanya, Pajak adalah
peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara, pengorbanan rakyat kepada negara,
pemberian sebagian kekayaan yang dimilikinya kepada negara. Beban yang harus
dipikul rakyat untuk kepentingan negara. Tujuan penghimpunan dana ini oleh
negara adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, tanpa adanya
kontraprestasi langsung terhadap Wajib Pajak. Tentunya alasan pajak sebagai
beban dapat dijadikan dasar bahwa untuk menentukan Dasar Pengenaan pajak dan
berapa besar tarif atas pajak yang dikenakan
kepada rakyat harus melalui persetujuan rakyat itu sendiri. Di mana
persetujuan itu perlu diwakilkan, dipresentasikan melalui lembaga perwakilan rakyat
dan dari persetujuan tersebut lahirlah undang-undang sebagai aturan yang
menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Di Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat(2) menetapkan: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
Undang-undang”.
Memori penjelasannya
menyebutkan: “Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa, akan hidup dan darimana
didapatnya belanja untuk hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri,
dengan perantara Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri,
karena itu juga cara hidupnya.
Penetapan belanja oleh
rakyat untuk melanjutkan hidupnya adalah hak rakyat, menentukan nasibnya
sendiri adalah hak rakyat, maka segala tindakan yang berhubungan dengan pembebanan
kepada rakyat, seperti pajak tentunya adalah hak rakyat untuk menentukan aturan
atas pajak yang akan dibebankan kepadanya, maka mengenai aturan perpajakan
harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan DPR. Hal
tersebut juga sudah menjadi kelaziman karena telah menjadi keharusan di
negara-negara hukum.
2
Sudah menjadi keharusan
bahwa dalam penyusunan dan pembuatan undang-undang harus mencerminkan keadilan
(equity), kepastian hukum (certainly), efisiensi ekonomis (economy), dan ketetapan wktu (convinience). Cerminan prinsip-prinsip tersebut dapat dicontohkan secara umum hal-hal sebagai berikut:
(equity), kepastian hukum (certainly), efisiensi ekonomis (economy), dan ketetapan wktu (convinience). Cerminan prinsip-prinsip tersebut dapat dicontohkan secara umum hal-hal sebagai berikut:
1. Fiskus
diberi jaminan oleh undang-undang perpajakan yang telah disetujui oleh rakyat
dalam hal yang menyangkut: hak-hak fiskus dalam melakukan pengadministrasian
pajak bagi Wajib Pajak, wewenang penyitaan sampai dengan wewenang pelelangan.
2. Melakukan
penyempurnaan sistem perpajakan, di mana didalamnya termasuk kedalam masalah
administrasi pajak, pemeriksaan pajak, pelayanan untuk Wajib Pajak, dan juga
peraturan perundang-undangannya mengenai tax base dan tax rate, untuk mengatasi
masalah penghindaran pajak baik legal maupun ilegal yang dilakukan oleh Wajib
Pajak (tax avoidance maupun tax evasion). Aktivitas tersebut dilakukan oleh
Wajib Pajak untuk menghindarkan diri dari pemenuhan kewajiban perpajakan
sebagaimana yang telah ditentukan dalam undang-undang pajak.
3. Adanya
jaminan hukum bagi Wajib Pajak, untuk diperlakukan secara adil dengan berdasar
pada prinsip-prinsip sistem perpajakan. Wajib Pajak harus pula mendapat jaminan
hukum, agar tidak diperlakukan semena-mena oleh fiskus. Segala sesuatu harus
diatur dengan tegas dan jelas, baik kewajiban maupun hak wajib pajak di dalam
peraturan perundang-undangan.
4. Jaminan
kerahasiaan data Wajib Pajak yang telah diketahui oleh fiskus karena adanya
pemeriksaan maupun dalam laporan SPT, dan jangan sampai ada penyalahgunaan data
Wajib Pajak yang ada pada fiskus.
2.2 YURIDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
Yuridiksi pemungutan pajak merupakan salah satu cara
pemungutan pajak yang didasarkan pada tempat tinggal sesorang atau berdasarkan
kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh.
Yuridiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu
negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak
menjadi berulang-ulang yang bias memberatkan orang yang dikenakan pajak.
1.
ASAS TEMPAT TINGGAL atau ASAS DOMISILI
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan
tempat tinggal atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut pajak
terhadap semua orang
3
yang bertempat tinggal atau berdomisili dinegara yang
bersangkutan atas seluruh penghasilan dimana pun
diperoleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut
warga negaranya atau warga negara asing.
2.
ASAS KEBANGSAAN
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan
pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap
orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang
tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan.
3.
ASAS SUMBER
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan
pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan
berada disuatu negara, maka negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap
orang yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut
berada.
2.3 STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak dikenal 3 ( tiga ) macam stelsel pajak
yaitu :
2.3.1 STELSEL NYATA
Dalam setelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada
penghasilan yang sebenarnya dari waijb pajak. Pemungutan pajak dengan sistem
ini dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya dari
wajib pajak diketahui. Kelebihan dari stelsel ini pajak yang dikenakan
realistis, sesuai dengan yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak. Sedangkan
kelemahan dari stelsel ini pajak baru dapat dibayarkan pada akhir tahun pajak.
2.3.2
STELSEL ANGGAPAN
Dalam stelsel ini besarrnya pajak yang harus
ditetapkan didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.
Penghasilan dalam satu tahun dianggap sama dengan penghasilan pada tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
4
Kelebihan dari
sistem ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu akhir tahun. Sedangkan kekurangan dari sistem ini terkadang besarnya
pajak yang dibayar tidak sesuai dengan besarnya pajak yang seharusnya
dibayarkan.
2.3.3 STELSEL CAMPURAN
Dalam stelsel ini, besarnya pajak dihitung sesuai
anggapan seperti pada stelsel anggapan, besarnya penghasilan dalam tahun
berjalan dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pajak dapat dibayarkan
pada awal tahun pajak. Akan tetapi pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan kenyataan yang harus dibayarkan. Apabila ternyata pajak yang dibayarkan
kurang, maka wajib pajak harus menambahnya, dan apabila yang dibayarkan
berlebih maka wajib pajak berhak untuk mengambil kelebihan tersebut.
4.1 Sistem Pemungutan Pajak
Pada dasarnya terdapat 3 ( tiga ) cara / system
yang dipergunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan
jumlah pajak yang terutang oleh seseorang, yaitu :
1. Official
Assesment System
Official Assesment System yaitu system pemungutan pajak yang
menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak dihitung dan
ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus. Dalam system ini utang pajak timbul
bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus ( sesuai dengan ajaran formil
tentang timbulnya utang pajak ). Jadi dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.
2. Self
Assesment System
Self Assesment System yaitu system pemungutan pajak dimana
wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak diserahkan
oleh fiskus kepada wajib pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sisten ini
wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor
Pelayanan Pajak ( KPP ), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan
pengawasan.
5
3. With
Holding System
With Holding System yaitu system pemungutan pajak yang
menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga ( yang
bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak / fiskus ).