Thursday, 29 August 2013

pengantar perpajakan


2.1  Asas Yuridis

Menyatakan bahwa Hukum Pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan jaminan hukum, baik untuk negara maupun bagi warga negaranya, bagi fiskus dan juga bagi wajib pajak. Artinya setiap pengenaan dan pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang.

Logikanya, Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara, pengorbanan rakyat kepada negara, pemberian sebagian kekayaan yang dimilikinya kepada negara. Beban yang harus dipikul rakyat untuk kepentingan negara. Tujuan penghimpunan dana ini oleh negara adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, tanpa adanya kontraprestasi langsung terhadap Wajib Pajak. Tentunya alasan pajak sebagai beban dapat dijadikan dasar bahwa untuk menentukan Dasar Pengenaan pajak dan berapa besar tarif atas pajak yang dikenakan  kepada rakyat harus melalui persetujuan rakyat itu sendiri. Di mana persetujuan itu perlu diwakilkan, dipresentasikan melalui lembaga perwakilan rakyat dan dari persetujuan tersebut lahirlah undang-undang sebagai aturan yang menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Di Indonesia Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat(2) menetapkan: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang”.

Memori penjelasannya menyebutkan: “Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa, akan hidup dan darimana didapatnya belanja untuk hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantara Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

Penetapan belanja oleh rakyat untuk melanjutkan hidupnya adalah hak rakyat, menentukan nasibnya sendiri adalah hak rakyat, maka segala tindakan yang berhubungan dengan pembebanan kepada rakyat, seperti pajak tentunya adalah hak rakyat untuk menentukan aturan atas pajak yang akan dibebankan kepadanya, maka mengenai aturan perpajakan harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan DPR. Hal tersebut juga sudah menjadi kelaziman karena telah menjadi keharusan di negara-negara hukum.





2
Sudah menjadi keharusan bahwa dalam penyusunan dan pembuatan undang-undang harus mencerminkan keadilan
(equity), kepastian hukum (certainly), efisiensi ekonomis (economy), dan ketetapan wktu (convinience). Cerminan prinsip-prinsip tersebut dapat dicontohkan secara umum hal-hal sebagai berikut:

1.      Fiskus diberi jaminan oleh undang-undang perpajakan yang telah disetujui oleh rakyat dalam hal yang menyangkut: hak-hak fiskus dalam melakukan pengadministrasian pajak bagi Wajib Pajak, wewenang penyitaan sampai dengan wewenang pelelangan.
2.      Melakukan penyempurnaan sistem perpajakan, di mana didalamnya termasuk kedalam masalah administrasi pajak, pemeriksaan pajak, pelayanan untuk Wajib Pajak, dan juga peraturan perundang-undangannya mengenai tax base dan tax rate, untuk mengatasi masalah penghindaran pajak baik legal maupun ilegal yang dilakukan oleh Wajib Pajak (tax avoidance maupun tax evasion). Aktivitas tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindarkan diri dari pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana yang telah ditentukan dalam undang-undang pajak.
3.      Adanya jaminan hukum bagi Wajib Pajak, untuk diperlakukan secara adil dengan berdasar pada prinsip-prinsip sistem perpajakan. Wajib Pajak harus pula mendapat jaminan hukum, agar tidak diperlakukan semena-mena oleh fiskus. Segala sesuatu harus diatur dengan tegas dan jelas, baik kewajiban maupun hak wajib pajak di dalam peraturan perundang-undangan.
4.      Jaminan kerahasiaan data Wajib Pajak yang telah diketahui oleh fiskus karena adanya pemeriksaan maupun dalam laporan SPT, dan jangan sampai ada penyalahgunaan data Wajib Pajak yang ada pada fiskus.


2.2  YURIDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
Yuridiksi pemungutan pajak merupakan salah satu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada tempat tinggal sesorang atau berdasarkan kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh. Yuridiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi berulang-ulang yang bias memberatkan orang yang dikenakan pajak.

1.      ASAS TEMPAT TINGGAL atau ASAS DOMISILI
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut pajak terhadap semua orang
3
yang bertempat tinggal atau berdomisili dinegara yang bersangkutan atas seluruh penghasilan dimana pun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara asing.

2.      ASAS KEBANGSAAN
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan.

3.      ASAS SUMBER
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan berada disuatu negara, maka negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut berada.

2.3  STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak dikenal 3 ( tiga ) macam stelsel pajak yaitu :

2.3.1  STELSEL NYATA
Dalam setelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan yang sebenarnya dari waijb pajak. Pemungutan pajak dengan sistem ini dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya dari wajib pajak diketahui. Kelebihan dari stelsel ini pajak yang dikenakan realistis, sesuai dengan yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak. Sedangkan kelemahan dari stelsel ini pajak baru dapat dibayarkan pada akhir tahun pajak.

2.3.2      STELSEL ANGGAPAN
Dalam stelsel ini besarrnya pajak yang harus ditetapkan didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Penghasilan dalam satu tahun dianggap sama dengan penghasilan pada tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
4
 Kelebihan dari sistem ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Sedangkan kekurangan dari sistem ini terkadang besarnya pajak yang dibayar tidak sesuai dengan besarnya pajak yang seharusnya dibayarkan.

2.3.3   STELSEL CAMPURAN
Dalam stelsel ini, besarnya pajak dihitung sesuai anggapan seperti pada stelsel anggapan, besarnya penghasilan dalam tahun berjalan dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pajak dapat dibayarkan pada awal tahun pajak. Akan tetapi pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan kenyataan yang harus dibayarkan. Apabila ternyata pajak yang dibayarkan kurang, maka wajib pajak harus menambahnya, dan apabila yang dibayarkan berlebih maka wajib pajak berhak untuk mengambil kelebihan tersebut.


4.1 Sistem Pemungutan Pajak
Pada dasarnya terdapat 3 ( tiga ) cara / system yang dipergunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang, yaitu :

1.     Official Assesment System
Official Assesment System yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus. Dalam system ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus ( sesuai dengan ajaran formil tentang timbulnya utang pajak ). Jadi dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.
2.     Self Assesment System
Self Assesment System yaitu system pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak diserahkan oleh fiskus kepada wajib pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sisten ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.
5
3.     With Holding System
With Holding System yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga ( yang bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak / fiskus ).