Thursday 20 June 2013

TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI MASA KHULAFA AL-RASYIDIN


.    A. Masa Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar yang bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah at-Tamimi terpilih sebagai Khalifah Islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama dan kepala negara kaum muslimin. Selama dua tahun pemerintahannya, Abu bakar as-Shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri seperti kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Setelah musyawarah dengan para sahabat, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui perang riddah.[1] Sukses menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam kedudukan umat Islam. Sayangnya, ia meninggal dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam, abu bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah saw. Ia sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Kemudian hasil dari pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal yang langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin.
Dengan demikian, selama masa pemerintahannya harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada agregat demand dan agregat supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasonal, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dan miskin.

B.     Masa Pemerintaha Umar ibn al-Khattab
Berdasarkan hasil musyawarah antara Abu bakar dengan para pemuka sahabat lainnya, ia menunjuk Umar ibnu Khattab sebagai Khalifah Islam II. Setelah diangkat sebagai Khalifah, Umar ibn al-Khattab menyebut dirinya sebagai khalifah khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mukmin (komandan orang-orang yang beriman).
Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, Umar ibn al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi jazirah arab, palestina, syiria, sebagian besar wilayah persia, dan mesir.[2] Pada masa pemerintahanya, Umat ibn Khattab memiliki beberapa rencana dalam hal pembangunan ekonomi, namun dalam prosesnya rencana tersebut ada yang berhasil direalisasikan dan ada yang tidak, berikut uraianya:
1.             Pendirian Lembaga Baitul Mal
Seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab, pendapatan negara mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini, memerlukan perhatian khusus untuk mengelolanya agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif dan efisien.
Pada tahun 16 H, bangunan lembaga Baitul Mal pertama kali didirikan dengan madinah sebagai pusatnya. Hal ini kemudian diikuti dengan pendirian cabang-cabangnya di ibukota provinsi. Untuk menangani lembaga tersebut, Khalifah Umar ibn al-Khattab menunjuk Abdullah ibn Irqam sebagai bendahara negara dengan Abdurrahman ibn Ubaid al-Qari sebagai wakilnya.[3]
Bersamaan dengan reorganisasi lembaga Baitul Mal, sekaligus sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam,yakni fungsi negara Islam, yakni jaminan sosial, Khalifah Umar ibn-Khattab membentuk sistem diwan yang menurut pendapat terkuat, mulai dipraktekan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. [4] Dalam rabgka ini, ia menunjuk sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan kepentingan dan kelasnya. Daftar tersebut disusun secara berurutan dimulai dari orang-orang yang mempuyai hubungan pertalian dengan Nabi Muhammad Saw, kelompok al-Sabiqun al-Awwalun, hingga seterusnya. [5]  Kaum wanita, anak-anak dan para budak juga mendapat tunjangan.
Dengan kata lain, Khalifah Umar bin Khattab menerapakan prinsip keutamaan dalam mendistribusikan harta Baitul Mal. Namun demikian, di kemudian hari, Khalifah Umar ibn al-Khattab menyadari bahwa cara itu keliru karena membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat. Ia bertekad akan mengubah kebijakannya tersebut apabila masih diberi kesempatan hidup. Akan tetapi, Khalifah Umar telah tewas terbunuh sebelum rencananya berhasi direalisasikan.
Untuk mendistribusikan harta tersebut, Khalifah Umar mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti: Departemen pelayanan militer, Departemen kehakiman dan eksekutif, Departemen pendidikan dan pengembangan islam, dan Departemen jaminan sosial.
2.             Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Khalifah Umar ibn al-Khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu Pendapatan zakat dan ‘ushr (pajak tanah), Pendapatan khums dan sedekah, Pendapatan kharaj, fai, jizyah dan sewa tanah, dan Pendapatan lain-lain.
Selain hal-hal tersebut, Khalifah Umar ibn al-Khattab juga menerapkan beberapa kebijakan ekonomi lainnya, seperti:
a.       Kepemilikan Tanah, dalam memperlakukan tanah-tanah taklukannya, Khalifah Umar Ibn al-Khattab tidak mrmbagi-bagikannya kepada kaum muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada pemiliknya dengan syarat membayar Kharaj dan jizyah.
b.      Zakat. Khalifah Umar ibn al-Khattab menetapkan kuda, karet, dan madu sebagai objek zakat karena, pada masanya, ketiga hal tersebut telah lazim diperdagangkan, bahkan secara besar-besaran sehingga mendatangkan keuntungan bagi para penjualnya.
c.       ‘Ushr. Khalifah Umar ibn al-Khattab menerapakan pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah kekuasaan Islam.
d.      Mata Uang. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar in al-Khattab, bobot mata uang dinar seragam, yaitu sama dengan satu mitsqal atau 20 qirat atau 100 grain barley. Sedangkan bobot dirham tidak seragam dan karenanya menimbulkan kebingungan masyarakat. Atas dasar itu, Khalifah Umar ibn al-Khattab menetapkan bahwa dirham perak sebesar 14 qirat atau 70 grain barley. Dengan demikian, rasio antara satu dirham dengan satu mistqal adalah tujuh persepuluh.

C.    Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahan Utsman ibn Affan yang berlangsung selama 12 tahun, ia berhasil melakukan ekspansi kewilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah Khurasan dan Iskandariah. Pada enam tahun pertama, Khalifah Ustman ibn Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn al-Khattab. Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya umar ibn al-khattab. Dalam pengelolaan zakat, ia mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing.
Memasuki enam tahun kedua, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekecauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.

D.    Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Setelah diangkat sebagai Khalifah Islam IV oleh segenap kaum muslimin, Ali bin Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan Umar ibn al-Khattab.
Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang belangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengna ketidakstabilan politik, adanya beberapa pemberontakan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menumbulkan api permusuhan  dengan kelurga Bani Umayah yang dimotori Muawiyah ibn Abi Sofyan. Ali ibnu Abi Thalib juga membenahi sistem administrasi Baitul Mal, baik tingkat pusat maupun daerah sehingga semua berjalan dengan baik. Sedangkan dalam pembenahan Baitul Mal, ia menerapkan prinsip pemerataan. Khalifah Ali memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya didalam Islam. Selain itu Khalifah Ali melakukan percetakan mata uang koin atas nama negara Islam.[6] Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu, kaum muslimin telah menguasai tekhnologi peleburan besi dan percetakan koin. Namun demikian, uang yang dicetak kaum muslimin itu tidak dapat beredar dengan luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib yang singkat seiring dengan terbunuhnya sang Khalifah pada tahun keenam terakhir pemerintahannya


DAFTAR PUSTAKA

DR. Euis Amalia, M. Ag. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Gratama Publishing:Depok, 2002.


[1] Badri yatim, sejarah peradaban islam: dirasah islamiyah II, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1994), cet. Ke-2 h.36.
[2] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Segi berbagai Aspeknya, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, Jilid 1, h. 58.
[3] Irfan Mahmud Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khattab (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997) Cet ke-3 h.150
[4] Ibid., H 155
[5] Ibid,. hal 156.
[6] Kadim as-Sadr, Fiscal Polities in Early Islam,op. cit., h.153.