Sunday 9 June 2013

Teori Produksi Islami (Dalam Skala Kecil)‎


Pengertian Produksi Islam
              Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min anashir al-intaj dhamina itharu zamani muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
              Hal yang senada di ucapkan oleh Dr. Abdurahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah fi Ilm al-iqtishad al-Islamy. Abdurahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasiil produksi tersebut. Dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utiity dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat. Dalam hal ini, Abdurahman merefleksikan pemikirannya dengan mengacu pada al-Quran Surat Al Baqarah: 219 yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr.
              Lain halnya dengan Taqiyuddin an-Nabhani dalam mengantarkan pemahaman tentang produksi : ia lebih suka memakai kata istishna untuk mengartikan ‘produksi’ dalam bahasa arab. An_Nabhani memahami produksi itu sebagai sesuatu uang mubah dan jelas berdasarkan as-sunnah. Sebab, Rosulillah Saw pernah membuat cincin. Diriwayatkan dari Anas yang mengatakan “Bani Saw telah membuat cincin” (HR Imam Bukhari). Dari Ibnu mas’ud: “ Bahwa Nabi Saw telah membuat cincin yang terbuat dari emas.” (HR Imam Bukhari). Beliau juga perjah membuat mimbar. Dari Saha; berkata “ Rosuillah Saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau) : Perintahkanlah anakmu si tukang kayu untuk membuatkan tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk diatasnya” (HR Imam Bukhari). Pada masa Rosulullah, orang-orang biasa memproduksi barang dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka. Status (taqrir) dan perbuatan Rosul itu sama dengan sabda beliau, artinya sama merupakan dalil syara’.
              Dari pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
              Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
              Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru[1].
B.       Ayat – ayat Alqur’an Tentang Produksi
1.         Q.S An-Nahl : 65 – 69
              “Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).(65) Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (66) Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.(67) Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",(68) Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.(69) {Q.S An-Nahl : 65 – 69}.
2.         Q.S An-Nahl : 80 – 81
             Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)(80) Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)(81) {Q.S An-Nahl : 80 – 81}
3.         Q.S Hud : 37
             Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. {Q.S Huud: 37}
C.      Tujuan Produksi
              Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
              Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.
              Keuntungan bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan.
              Keberkahan ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya permintaan.
              Berkah merupakan komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu, bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk output[2]
              Berkah yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat baik dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal (tanpa izin) baik itu dari hasil illegal logging, maupun penggunaan bahan baku yang tanpa batas dalam penggunaannya dalam jangka waktu pendek mungkin akan memiliki nilai manfaat yang baik (pendistribusian baik), tetapi dalam Jangka waktu panjang akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan baku dari ilegal logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai bencana, dan akan memberikan nilai mudharat kepada para penerus/generasi selanjutnya.
       Sedangkan menurut nejatullah sebagaimana di kutip kahf ada lima tujuan produksi dalam islam yaitu:
1.         Memenuhi kebutuhan pribadi secara wajar
       Tujuan ini tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap self interest karena yang menjadi konsep dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak kurang. Terdapat  dua implikasi pada kebutuhani ini.pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan bukan keinginan dari konsumen. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar.  Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi hanya untuk mencukupi diri sendiri, lebih baik jika produksi melebihi keperluan pribadi, sehingga bisa dimanfaatkan oleh orang lain.
2.         Memenuhi kebutuhan masyarakat
       Tujuan ini berarti bahwa produsen harus proaktif dalam menyediakan komoditi-komoditi yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan terus menerus berupayaa memberikan produk terbaik, sehingga terjadi peningkatan  dalam kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.
3.         Keperluan masa depan
       Berorientasi ke masa depan berarti produsen harus terus menerus berupaya meningkatkan kualitas barang yang dihasilkan melalui serangkaian proses riset dan pengembangan dan berkreasi untuk menciptakan barang-barang baru yang lebih menarik dan diminati masyarakat.
4.         Keperluan generasi yang akan datang
       islam menganjurkan umatnya untuk memperhatikan keperlan generasi yang akan datang. Produksi dilakukan tidak boleh mengganggu keberlanjutan hidup generasi yang akan datang, pemanfaatan input di masa sekarang tidak boleh menyebabkan generasi yang akan datang kesulitan dalam mengakses sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat ini memiliki kaitan yang erat dengan kemampuan produksi di masa depan. Jadi, ada semacam inter  and intra generation equity (keseimbangan antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang).
5.         Keperluan sosial dan infak di jalan Allah
       Ini merupakan insentif utama bagi produsen untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinngi, yaitu memenuhui tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun keperluan pribadi, masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang akan datang telah terpenuhi, produsen tidak harus bermalas-maasan dan berhenti berinovasi. Tetapi sebaliknya, produsen harus memproduksi lebih banyak lagi supaya dapat diberikan kepada masyarakat dalam bentuk zakat, sedekah, infak, dan lain sebagainya.
D.      Prinsip-prinsip Produksi
              Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim  dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan) demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut. Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :
1.         Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami[3]
              Sejak dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan  dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan ”perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan  manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang  bermanfaat untuk mnecapai falah, yaitu : 1. kehidupan, 2. harta, 3. kebenaran, 4. ilmu pengetahuan dan 5. kelangsungan keturunan. Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya.
2.    Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan
              Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga nerhak  menikmati hasil produksi  secara memadai dan berkualitas. Jadi produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (staock holders) saja  tapi juga masyarakat secara keseluruhan (stake holders). Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan utama kegiatan ekonomi.
3.         Permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks[4]
             Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupun manusia. Sikap tersebut dalam Al-Qur’an sering disebut  sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah[5]. Hal ini akan membawa implikasi  bahwa prinsip produksi  bukan sekedar efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.
             Kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat alturistik sehingga produsen tidak  hanya mengejar keuntungan  maksimum saja. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu falah didunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan  bagi masyarakat. Prinsip pokok produsen yang Islami  yaitu : 1. memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan, 2. memiliki dorongan untuk melayani masyarakat sehingga segala keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal ini , 3. optimasi keuntungan diperkenankan  dengan batasan kedua prinsip di atas.
E.       Faktor – faktor Produksi
              Faktor-faktor dalam produksi yaitu :
1.         Tanah
       Pengertian tanah mengandung arti yang luas termasuk sumber semua yang kita peroleh dari udara, laut, gunung dan sebagainya, sampai dengan keadan geografi, angina dan iklim terkandung dalam tanah. Al Qu’an menggunakan kata tanah dengan maksud ayang berbeda. Manusia diingatkan akan sumber kekyaan untuk dipergunakan . manusia boleh menggunakan sumber yang tersembunyi dan potensi untuk memuaska kehendak yang tidak terbatas.
       Islam telah mengakui tanah sebagai factor produksi tetapi tidak setepat digunakan dalam arti sama yang digunakan di zaman modern.tanah boleh digunakan dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan masyarakat sebagai prinsip dasar Ekonomi Islam
2.         Tenaga kerja
       Dalam islam tenaga kerja bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa yang abstrakyang ditawarkan untuk dijual pada pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang memperkerjakan buruh punya tanggung jawab moral dan social.
3.         Modal
Modal meupakan asset yang digunakan untuk membantu distibusi asset berikutnya. Menurut Thomas, miilik individu dan Negara yang digunakan dalam menghasilkan asset berikutnya selain tanah dan modal. Modal dapat memberikan kepuasan pribadi dan membantu menghasilkan kekayaan.
4.         Organisasi
       Organisasi memerankan peranan penting dan dianggap sebagai factor produksi yang paling penting. Dalam organisasi tentu ada yang menjalankan dan dalam bisnis yaitu seorang usahawan. Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya usahawan dalam sebuah organisasi. Dengan adanya usahawan proses perencanaan, pengorganisasin, pengktualisasian dan proses evaluasi akan berjalan dalam bisnis.
F.       Fungsi Produksi
              Berikut ini beberapa asumsi dasar yang melandasi analisa fungsi produksi dalam pandangan konvensional, yaitu:
1.         Kegiatan produksi tidak hanya dilakukan terbatas oleh perusahaan saja. Misalnya  memelihara taman depan rumah sehingga asri (mengkombinasikan mesin, tenaga kerja, tanah dan keahlian) juga termasuk kegiatan produksi (dilakukan oleh rumah tangga). Dengan demikian maka bahasan utama dalam ekonomi konvensional adalah kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan atau suatu organisasi dengan bentuk badan hukum tertentu yang bertujuan mencari keuntungan.
2.         Kondisi pasar yang eksis dalam industri adalah pasar persaingan sempurna. Sehingga dengan asumsi ini output setiap perusahaan merupakan bagian kecil dari keseluruhan output yang dibutuhkan oleh pasar.
3.         Setiap perusahaan bebas keluar-masuk dalam industri (free entry-exit). Implikasi dari asumsi ini adalah adanya tarikan yang  kuat pada industri yang memiliki tingkat keuntungan yang tinggi.
G.      Biaya Produksi
       Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh factor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu :
1.         jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan
2.         jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Dalam bab ini hanya dibahas biaya produksi jangka pendek
              Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu :
1.         Biaya tetap (fixed cost)
2.         Biaya variabel (variable cost).
              Dalam analisis biaya produksi perlu memperhatikan:
1.         Biaya produksi rata-rata : yang meliputi biaya produksi total rata-rata,biaya produksi tetap rata-rata, dan biaya variabel rata-rata
2.         biaya produksi marjinal, yaitu tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu unit produksi. 
              Jadi, dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, biaya produksi dapat dibagi ke dalam:
1.         Biaya Total ( Total Cost = TC), adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi.
                                                TC = TFC + TVC
              Dimana TFC = total fixed cost dan TVC = total variable cost.
2.         Biaya Tetap Total (total fixed cost = TFC), adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah jumlahnya.
              contoh : biaya pembelian mesin, membangun bangunan pabrik, membangun prasarana jalan menuju pabrik, dan sebagainya.
3.         Biaya Variabel Total (total variable cost = TVC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi variabel. Contoh : upah tenaga kerja, biaya pembelian bahan baku, pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya.
4.         Biaya Tetap Rata-Rata (Average Fixed Cost = AFC) adalah biaya tetap total dibagi dengan jumlah produksi. TFC
                                    AFC = ------- ( di mana Q = tingkat output)Q
5.         Biaya Variabel Rata-Rata ( Average Variable Cost = AVC) adalah biaya variabel total dibagi dengan jumlah produksi. TVC
                                                            AVC = --------Q
6.         Biaya Total Rata-Rata ( Average Total Cost = AC) adalah biaya total dibagi dengan jumlah produksi. TC
                                    AC = --------- atau AC = AFC + AVC
7.         Biaya Marginal ( Marginal Cost =MC) adalah tambahan biaya produksi yang digunakan untuk menambah produksi satu unit. DTC
                                                            MC = ---------DQ
              Penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Terdapat tiga konsep penting tentang revenue yang perlu diperhatikan untuk analisis perilaku produsen :
1.         Total Revenue (TR)  yaitu total penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Jadi, TR = Pq Q, dimana Pq = harga output per unit; Q = jumlah output.
2.         Average Revenue (AR) yaitu penerimaan produsen per unit output yang dijual.
3.         Marginal Revenue (MR) kenaikan TR yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output



DAFTAR PUSTAKA

       Khatimah Husnul , Teori Produksi Islam, Kafe Syariah.net
       Hendrie Anto. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Jalasutra. Yogyakarta
       Zainudin Muhammad. Konsep Produksi dalam ekonomi islam, http://muhamadzainudindzay. blogspot.com/2009/05/konsep-produksi-dalam-ekonomi-islam.html
       Adiwarman Karim. 2007. Ekonomi Mikro Islami, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
       Bambang Rudito & Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
       Hermant Laura Pincus, 1998. Perspective in Business Ethics, Irvin McGraw Hill

 


[1] Husnul khatimah, Teori Produksi islam, Kafe Syariah.net
[3] Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta : Jalasutra), 2003, hal. 156
[4] Ibid., hal. 157-158
[5] Lihat Al-Qur’an Surat Ibrahim 32-34 :3