Masa Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar yang bernama
lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah at-Tamimi terpilih sebagai Khalifah Islam yang
pertama. Ia merupakan pemimpin agama dan kepala negara kaum muslimin. Selama
dua tahun pemerintahannya, Abu bakar as-Shiddiq banyak menghadapi persoalan
dalam negeri seperti kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat.
Setelah musyawarah dengan para sahabat, ia memutuskan untuk memerangi kelompok
tersebut melalui perang riddah.[1] Sukses menyelesaikan urusan dalam negeri,
Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk untuk menghadapi
pasukan Romawi dan Persia
yang selalu mengancam kedudukan umat Islam. Sayangnya, ia meninggal dunia
sebelum usaha ini selesai dilakukan.
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam,
abu bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah
dipraktekkan oleh Rasulullah saw. Ia sangat memperhatikan keakuratan
perhitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayarannya. Kemudian hasil dari pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai
pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal yang langsung didistribusikan
seluruhnya kepada kaum muslimin.
Dengan demikian, selama masa pemerintahannya harta
Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian
yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat seluruh
kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang
dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada agregat
demand dan agregat supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasonal, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang
yang kaya dan miskin.
B.
Masa Pemerintaha Umar
ibn al-Khattab
Berdasarkan hasil musyawarah
antara Abu bakar dengan para pemuka sahabat lainnya, ia menunjuk Umar ibnu
Khattab sebagai Khalifah Islam II. Setelah diangkat sebagai Khalifah, Umar ibn
al-Khattab menyebut dirinya sebagai khalifah khalifati Rasulillah
(pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir
al-Mukmin (komandan orang-orang yang beriman).
Dalam sepuluh tahun masa
pemerintahannya, Umar ibn al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah
Islam meliputi jazirah arab, palestina, syiria, sebagian besar wilayah persia,
dan mesir.[2] Pada masa pemerintahanya, Umat ibn
Khattab memiliki beberapa rencana dalam hal pembangunan ekonomi, namun dalam
prosesnya rencana tersebut ada yang berhasil direalisasikan dan ada yang tidak,
berikut uraianya:
1.
Pendirian Lembaga Baitul Mal
Seiring dengan meluasnya
wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab, pendapatan
negara mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini, memerlukan
perhatian khusus untuk mengelolanya agar dapat dimanfaatkan secara benar,
efektif dan efisien.
Pada tahun 16 H, bangunan
lembaga Baitul Mal pertama kali didirikan dengan madinah sebagai pusatnya. Hal
ini kemudian diikuti dengan pendirian cabang-cabangnya di ibukota provinsi.
Untuk menangani lembaga tersebut, Khalifah Umar ibn al-Khattab menunjuk
Abdullah ibn Irqam sebagai bendahara negara dengan Abdurrahman ibn Ubaid
al-Qari sebagai wakilnya.[3]
Bersamaan dengan reorganisasi
lembaga Baitul Mal, sekaligus sebagai perealisasian salah satu fungsi negara
Islam,yakni fungsi negara Islam, yakni jaminan sosial, Khalifah Umar
ibn-Khattab membentuk sistem diwan yang menurut pendapat terkuat, mulai
dipraktekan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. [4] Dalam rabgka ini, ia menunjuk sebuah
komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah
bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai
dengan kepentingan dan kelasnya. Daftar tersebut disusun secara berurutan
dimulai dari orang-orang yang mempuyai hubungan pertalian dengan Nabi Muhammad
Saw, kelompok al-Sabiqun al-Awwalun, hingga seterusnya. [5] Kaum wanita, anak-anak dan para
budak juga mendapat tunjangan.
Dengan kata lain, Khalifah
Umar bin Khattab menerapakan prinsip keutamaan dalam mendistribusikan harta
Baitul Mal. Namun demikian, di kemudian hari, Khalifah Umar ibn al-Khattab
menyadari bahwa cara itu keliru karena membawa dampak negatif pada kehidupan
masyarakat. Ia bertekad akan mengubah kebijakannya tersebut apabila masih
diberi kesempatan hidup. Akan tetapi, Khalifah Umar telah tewas terbunuh
sebelum rencananya berhasi direalisasikan.
Untuk mendistribusikan harta
tersebut, Khalifah Umar mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu,
seperti: Departemen pelayanan militer, Departemen kehakiman dan eksekutif,
Departemen pendidikan dan pengembangan islam, dan Departemen jaminan sosial.
2.
Klasifikasi dan Alokasi
Pendapatan Negara
Khalifah Umar ibn al-Khattab
mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu Pendapatan zakat
dan ‘ushr (pajak tanah), Pendapatan khums dan sedekah, Pendapatan kharaj, fai,
jizyah dan sewa tanah, dan Pendapatan lain-lain.
Selain hal-hal tersebut,
Khalifah Umar ibn al-Khattab juga menerapkan beberapa kebijakan ekonomi
lainnya, seperti:
a.
Kepemilikan Tanah, dalam
memperlakukan tanah-tanah taklukannya, Khalifah Umar Ibn al-Khattab tidak
mrmbagi-bagikannya kepada kaum muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap
berada pada pemiliknya dengan syarat membayar Kharaj dan jizyah.
b.
Zakat. Khalifah Umar ibn
al-Khattab menetapkan kuda, karet, dan madu sebagai objek zakat karena, pada
masanya, ketiga hal tersebut telah lazim diperdagangkan, bahkan secara
besar-besaran sehingga mendatangkan keuntungan bagi para penjualnya.
c.
‘Ushr. Khalifah Umar ibn al-Khattab menerapakan
pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah kekuasaan Islam.
d.
Mata Uang. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar in
al-Khattab, bobot mata uang dinar seragam, yaitu sama dengan satu mitsqal
atau 20 qirat atau 100 grain barley. Sedangkan bobot dirham tidak
seragam dan karenanya menimbulkan kebingungan masyarakat. Atas dasar itu,
Khalifah Umar ibn al-Khattab menetapkan bahwa dirham perak sebesar 14 qirat atau
70 grain barley. Dengan demikian, rasio antara satu dirham dengan satu mistqal
adalah tujuh persepuluh.
C. Masa
Pemerintahan Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahan Utsman ibn Affan yang berlangsung
selama 12 tahun, ia berhasil melakukan ekspansi kewilayah Armenia, Tunisia,
Cyprus, Rhodes, dan bagian tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Ia
juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah Khurasan dan Iskandariah. Pada
enam tahun pertama, Khalifah Ustman ibn Affan melakukan penataan baru dengan
mengikuti kebijakan Umar ibn al-Khattab. Dalam hal pendistribusian harta Baitul
Mal, Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya umar
ibn al-khattab. Dalam pengelolaan zakat, ia mendelegasikan kewenangan menaksir
harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing.
Memasuki enam tahun kedua, tidak terdapat perubahan
situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn
Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan
yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya pada masa ini,
pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekecauan politik yang berakhir dengan
terbunuhnya sang Khalifah.
D.
Masa Pemerintahan Ali
bin Abi Thalib
Setelah diangkat sebagai
Khalifah Islam IV oleh segenap kaum muslimin, Ali bin Abi Thalib langsung
mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korup,
membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang
kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan
ketentuan yang telah di tetapkan Umar ibn al-Khattab.
Masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib yang belangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengna ketidakstabilan
politik, adanya beberapa pemberontakan. Berbagai kebijakan tegas yang
diterapkannya menumbulkan api permusuhan dengan kelurga Bani Umayah yang
dimotori Muawiyah ibn Abi Sofyan. Ali ibnu Abi Thalib juga membenahi sistem
administrasi Baitul Mal, baik tingkat pusat maupun daerah sehingga semua
berjalan dengan baik. Sedangkan dalam pembenahan Baitul Mal, ia menerapkan
prinsip pemerataan. Khalifah Ali memberikan santunan yang sama kepada setiap
orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya didalam Islam. Selain itu
Khalifah Ali melakukan percetakan mata uang koin atas nama negara Islam.[6] Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu,
kaum muslimin telah menguasai tekhnologi peleburan besi dan percetakan koin.
Namun demikian, uang yang dicetak kaum muslimin itu tidak dapat beredar dengan
luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib yang singkat seiring dengan
terbunuhnya sang Khalifah pada tahun keenam terakhir pemerintahannya
DAFTAR PUSTAKA
DR. Euis Amalia, M. Ag. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Gratama Publishing:Depok, 2002.
[1] Badri yatim, sejarah peradaban islam: dirasah islamiyah
II, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1994), cet. Ke-2 h.36.
[2] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Segi berbagai Aspeknya,
(Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, Jilid 1, h. 58.
[3] Irfan Mahmud Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn
al-Khattab (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997) Cet ke-3 h.150