A.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output
perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan[1]. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu
keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan
konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan
pendapatan setiap tahun.
Pertumbuhan
ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan permintaan agregat (AD) dan pertumbuhan
penawaran agregat (AS). Dari sisi AD, peningkatan AD di dalam ekonomi bisa
terjadi karena ON, yang terdiri atas permintaan masyarakat (konsumen),
perusahaan dan pemerintah meningkat.[2]
Pertumbuhan
ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan
ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan social[3]
B.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sejak Orde Baru
Hingga Pasca Krisis
Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama
pemerintahan orde baru (sebelum krisis 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia
telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak
pada tingkat makro. Dua di antaranya yang umum digunakan adalah tingkat PN per
kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun.
Resensi
ekonomi dunia yang terutama disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB atau
PN di NM, yang secara bersama mendominasi perdagangan dunia, mengakibatkan
lemahnya permintaan dunia terhadap barang-barang ekspor dari Indonesia, yang
selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo neraca perdagangan.
Pada
awalnya, salah satu faktor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan
invertasi di dalam negeri selama masa krisis, seperti juga di negara-negara
Asia lain yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand), adalah karena
kerugian besar yang di alami oleh banyak perusahaan swata akibat depresiasi
rupiah yang besar, sementara uang luar negerinya dalam mata uang dolas AS tidak
dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu
ke depan (forward).
C. Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Distribusi
Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sector atas dasar harga berlaku menunjukan
peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun dan tig sector utama
yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai peranan
sebesar 55,9 persen pada tahun 2006
Pengangguran
terbuka per Agustus 2006 mencapai 10,93 juta orang atau 10,28% angkatan kerja.
Masalah kepemerintahan tahun 2007 mafsih tetap masalah kendala penerapan UU dan
Presiden berfikir keras untuk mengatasi hambatan pelaksanaan. Diramalkan
sepanjang tahun 2007, Presiden akan aktif ”campur tangan” mengatasi kemacetan
pelaksanaan UU atau program tertentu, melakukan intervensi simpatik kepada
departemen fungsional dan daerah otonom.
Dapat
disimpulkan bahwa kepemerintahan tahun 2006 juga ditandai oleh senjang konsep
kebijakan pemerintah di atas kertas dengan implementasi lapangan , akan
mendorong reformasi birokrasi sepanjang 2007 dan pembentukan tim independen
diluar pemerintah yang akan melacak apakah suatu kebijakan telah dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat serta memberi rekomendasi tentang apa yang harus
dilakukan selanjutnya.
Tahun
2007 adalah ”jendela peluang” bagi pemerintahan untuk berprestasi, namun
kemungkin kecil dapat dimanfaatkan Presiden. Stabilitas keamanan relatif baik
sepanjang 2006, harap-harap cemas dapat berlanjut tahun 2007. Disamping bencana
alam, kecelakaan transportasi udara/laut dan flu burung, terorisme tetap
menjadi ancaman serius dan agenda perburuan Noordin M.Top yang dianggap
kepolisian RI setara kaliber dengan Dr.Azahari akan tetap dilanjutkan Polri.
D.
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia
Struktur
perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian
baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer,
sekunder dan tersier. [4]
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi
antara lain :
1.
Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
2.
Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku,
barang setengah jadi dan barang jadi.
3.
Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk
memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
4.
Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor
dan komoditi unggulan
5.
Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi
barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
6.
Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara
terus-menerus
7.
Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
8.
Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor
E. Krisis Ekonomi Indonesia
Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia menjelang akhir tahun 1997 dan mencapai klimaksnya pada tahun 1998
sangat memukul perekonomian Indonesia. Pada tahun 1998 PDB merosot tajam hingga
13% yang membuat pendapatan per kapita juga menurun drastis. Merosotnya PDB
hingga 13% bukan suatu hal yang kecil, mengingat bahwa sepanjang sejarah
Indonesia sejak 1945 hingga 1996 ekonomi Indonesia belum pernah mengalami PDB
hingga 13%.
Dari sisi suplai, sektor industri manufaktur dan sektor konstruksi (bangunan),
yang pada era orde baru bukan saja berkembang sangat pesat, tetapi juga sebagai
motor utama pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan produksi yang
signifikan. Krisis ekonomi tersebut diawali oleh krisis keuangan dan yang
terakhir ini disebabkan oleh krisis rupiah.
Menjelang pertengahan 1997, ekonomi dari negara-negara Asia , khususnya
Indonesia, Thailand, Malaysia, dan korea Selatan, mulai menunjukkan
kecenderungan memanas, yang salah satu tandanya adalah laju inflasi yang mulai
merangkak naik. Dan menjelang tahun 1998 semakin defisit dan ini biasanya
menimbulkan kenaikan utang, khususnya dari luar negeri.
Ada
beberepa sebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 diantaranya[5] :
1.
Stok hutang luar negeri swasta
yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek yang telah menciptakan
“ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan,
bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun
masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang
swasta tersebut.
2.
Banyaknya kelemahan dalam sistem
perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah
hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
3.
Tidak jelasnya arah perubahan
politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan
ekonomi pula.
4.
Faktor utama yang menyebabkan
krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi
bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang.
Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai
pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan
investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety)
karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang
dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu,
rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS
(pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari
1998).
5.
Banyaknya utang dalam valas,
proyek jangka panjang yang dibiayai dengan utang jangka pendek, proyek
berpenghasilan rupiah dibiayai valas, pengambilan kredit perbankan yang jauh
melebihi nilai proyeknya, APBN defisit yang tidak efisien dan efektif, devisa
hasil ekspor yang disimpan di luar negeri, perbankan yang kurang sehat, jumlah
orang miskin dan pengangguran yang relative masih besar, dan seterusnya.
6.
Krisis moneter dimulai dari
gejala/kejutan keuangan pada juli 1997, menurunnya nilai tukar rupiah secara
tajam terhadap valas, diukur dengan dolar Amerika Serikat yang merupakan
pencetus/trigger point.
7.
Argument bahwa pasar financial
internasional tidak stabil secara inheren yang kemudian mengakibatkan buble
ekonomi dan cenderung bergerak liar. Bahkan sejak tahun 1990-an pasar financial
lebih tidak stabil lagi. Hal ini dikarenakan tindakan perbankan negara-negara
maju menurunkan suku bunga mereka. Sehingga mendorong dana-dana masuk pasar
global. Maka pada tahun 1990-an dana asing melonjak dari $9 Miliar menjadi
lebih dari $240 Miliar.
8.
Kegagalan manajemen makro ekonomi
tercermin dari kombinasi nilai tukar yang kaku dan kebijakan fiskal yang
longgar, inflasi yang merupakan hasil dari apresiasi nilai tukar efectif riil,
deficit neraca pembayaran dan pelarian modal.
“krisis
kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah
ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang
dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.
Langkah-langkah
yang harus diambil agar krisis serupa tidak terulang lagi adalah sebagai
berikut [6]:
1.
Ekspor diperkuat,
2.
Ketergantungan pada ULN, impor,
dan investasi jangka pendek atau yang bermotivasi spekulasi
dihilangkan,
3.
Sektor perbankan diperkuat,
4.
Menerapkan kembali mekanisme
penentuan kurs berdasarkan sistem bebas terkendali, dan
5.
Menyiapkan cara/kebijakan
penanggulangan krisis yang bagus dengan memerhatikan semua faktor yang secara
teori sangat memungkinkan munculnya suatu krisis serupa.
http://elasq.wordpress.com/2010/08/03/pengertian-pertumbuhan-ekonomi-menurut/
DAFTAR PUSTAKA