Thursday, 30 May 2013

aliran Maturidiah


A.    Sejarah Munculnya Maturidiah
Maturidiah  merupakan satu dari sekian banyak aliran-aliran Islam di bumi ini. Adapun nama Maturidiah diambil dari nama Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand (termasuk daerah Uzbekistan), pendirinya bernama Abu Mansur Muhammad bin Muhammad yang dilahirkan di kota tersebut. Sekitar abad ketiga Hijriah yakni tahun 333 H. Ia meninggal dunia dikota Samarkand.
Pada pertiga terakhir di abad ketiga hijriah aliran Mu’tazilah  sudah mulai mengalami kemunduran, disaat itu pulalah ia mencari ilmu, dan diantara gurunya ialah  Nasr bin Yahya al-Balakhi (wafat 268 H). Di negeri tempat ia dibesarkan inilah terjadi perdebatan antara fiqh Hanafiah dengan fiqh Syafiiyah, bahkan dalam upacara-upacara kematian pun tak lepas dari perdebatan.[1]
Di bidang fiqh, al-Maturidi mengikuti mazhab Hanafi. Menurut ulama-ulama Hanafiah, dalam  bidang ‘aqidah sama benar dengan pendapat-pandapat imam Abu Hanifah.
Guna mengetahui sistem pemikiran al-Maturidi kita tidak bisa melepas pemikiran-pemikiran al-Asyhariah dan Mu’tazilah, sebab ia tidak bisa terlepas dari masanya. Persamaan Maturidiah dan Asyariah terdapat pada masa hidupnya dan juga mempunyai tujuan yang sama dalam membendung dan melawan aliran Mu’tazilah. Perbedaannya ialah kalau Asyariah menghadapi negeri kelahiran aliran Mu’tazilah yakni Basrah dan Irak pada umumnya sedangkan al-Maturidi menghadapi aliran Mu’tazilah di negerinya. Di samping  itu perbedaan yang jelas diantara keduanya terdapat pada fiqh, Asyhariah dengan  mazhab Sayfi’i sedangkan Maturidiah dengan mazhab Hanafi.[2]
Kepopuleran Maturidi tampak pada masa pemerintahan Al-Mu’tamad (w.289 H/902 M),bersamaan dengan masa itu hidup pula tokoh-tokoh i’tizal yang terkenal diantaranya: Juba’i (w.303 H/916 M) dan Abu Hasyim Al-Jaba’i (w.321 H/ 922 M),selain itu ada juga tokoh kalam Abu Ja’far Ahmad Al-Tahawi (w. 933 M) serta lahir aliran al kalam yang di bangun oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ri[3][3]
Menurut Al Kusairi, wilayah Sind dan Samarkand merupakan wilayah yang selamat dari bahaya nafsu dan bid’ah. Karena aliran ahli sunah sudah meresap dalam jiwa mereka. Dan aliran ahli sunah berpindah-pindah dari satu generasi ke generasi lain, sampai datang seorang imam yaitu Abu Mansur Al-Maturidi yang dikenal pula dengan nama imam Al-Huda.

B.     Tokoh-tokoh Aliran Maturidiah
Tokoh-tokoh aliran maturidiah terdiri terdiri dari para pengikut aliran Fiqih Hanafiah.Mereka tidak sekuat para tokoh aliran Asy’ariah. Para tokoh aliran Maturidiah antara lain : Al-Bazdawi, At-Taftazani, An Nasafi, dan Ibnul Hammam. Di antara mereka yang paling terkenal adalah al-Bazdawi, sehingga dalam aliran Maturidiah terdapat dua golongan, yaitu golongan Maturidiah Samarkand yang dipelopori oleh Abu Mansur Al-Maturidi dan golongan Maturidiah Bhukara yang dipelopori oleh Abu Yusuf Muhammad Al Bazdawi.

C.    Ajaran-ajaran Pokok Aliran Maturidiah
1.      Sifat-sifat Tuhan
Mengenai sifat-sifat Tuhan Maturidi sependapat dengan Asy’ari.Bagi mereka Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan mengetahui dengan pengetahuan-Nya,dan berkuasa bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan kekuasaan-Nya.[4]
2.      Perbuatan Manusia
Aliran Maturidiah sependapat dengan aliran Mu’tazilah.Mereka mengatakan bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya.Dengan demikian maka paham Maturidiah dalam hal ini sejalan dengan paham Qadariah atau Mu’tazilah bukan paham Jabariah atau Kasb Asy’ariah.
3.      Kedudukan Al Qur’an
Aliran Maturidiah sebagaimana aliran Asy’ariah berpendapat bahwa Al Qur’an itu tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.Begitu pula mengenai kewajiban Tuhan mewujudkan perbuatan yang baik dan yang terbaik sebagaimana pendapat Mu’tazilah, ditolak oleh Al Maturidi. Menurut Al Maturidi, perbuatan Tuhan itu tidak bias dikatakan wajib, karena perbuatan wajib itu mengandung unsur paksaan, sedangkan perbuatan Tuhan itu jika karena terpaksa bertentangan dengan sifat iradahNya. Perbuatan Tuhan tidak sia-sia pasti ada tujuannya.
4.      Pelaku Dosa Besar
Orang yang berdosa besar masih tetap mukmin. Mengenai balasan dosa besar itu akan ditentukan Tuhan di akhirat kelak. Al Maturidi juga menolak paham posisi di antara dua posisi seperti ajaran Mu’tazilah.
5.      Janji dan Ancaman
Aliran ini sepaham dengan aliran Mu’tazilah. Janji dan ancaman Tuhan kelak akan terjadi. Maturidiah tidak sependapat dengan aliran Asy’ariah yang mengatakan bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani tidak dapat diberi interpretasi atau ta’wil.Menurut pendapat al Maturidi, tangan Tuhan, wajah Tuhan, dan sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan bukan dalam arti ta’wil.[5]


D.    Golongan Maturidiah
  1. Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-Maturidi sendiri.Golongan ini cenderung ke arah faham Asy’ariyah, sebagaimana pendapatnya tentang sifat-sifat Tuhan.Dalam hal perbuatan manusia, maturidi sependapat dengan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatannya. Al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu
Diantara pemahamannya yaitu :
a.         Mengenai Perbuatan Allah
Aliran Maturidiyah Samarkad, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya menyangkut hal-hal yang baik saja. Demikian juga pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan
b.        Mengenai Perbuatan Manusia
kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan, maksudnya daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Sedangkan Maturidiyah Bukharah memberikan tambahan dalam masalah daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan bagi-Nya
c.         Mengenai Sifat-Sifat Tuhan
Mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan.Dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan


  1. Golongan Bukhara
Golongan ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi.Dia merupakan pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid Maturidi.Jadi yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi dalam aliran Al-Maturidiyah.Walaupun sebagai pengikut aliran ­Al-Maturidiyah, AL-Bazdawi selalu sefaham dengan Maturidi. Ajaran teologinya banyak dianut oleh umat islam yang bermazhab Hanafi. Dan hingga saat ini pemikiran-pemikiran Al-Maturidiyah masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.
Diantara pemahamannya yaitu :
1.      Mengenai Perbuatan Allah
Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana yang dijelaskan oleh Bazdawi, Tuhan pasti menempati janji-Nya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa besar.  Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja
2.      Mengenai Perbuatan Manusia
Sedangkan golongan Samarkand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan.Dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan
3.      Mengenai Sifat-Sifat Tuhan
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan.Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatannya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.Adapun Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan[6]


[1]  A. Hanafi M.A, Pengantar  Theologi Islam,  Jakarta: Al-husna Zikra, 1995, hal.133
[2] Ibid, hal 133
[3]Drs. HMS. Projodikoro, Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam, Yogyakarta,
Sumbangsih Offset,1997  hal. 137
[4] Harun Nasution, op.cit, hal. 76