A.
Pengertian
Asuransi Syariah
Asuransi dalam bahasa Arab
disebut Atta’min yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan
perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah
menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau
orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya
yang hilang. Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut mu’amin
dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.[1]
Pengertian
asuransi secara umum ialah transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak,
tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa
ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan
dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan
terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat / kapan terjadinya.
Sebagai kontraprestasinya si tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang
kepada si penanggung, yang besarnya sekian prosen dari nilai pertanggungan,
yang biasa disebut "premi".[2]
Oleh karena itu saat ini telah banyak berkembang
asuransi syariah, dimana pengertiannya menurut Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan atau Tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syariah. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para
peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar
yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang
lain.
Asuransi syariah harus dibangun atas dasar ta'awun
(kerja sama), tolong menolong, saling menjamin dan tidak berorientasi pada
keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman, " Dan saling tolong
menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong
dalam dosa dan permusuhan". Asuransi syariah tidak bersifat mu'awadhoh,
tetapi tabarru' yang berarti sumbangan atau sama dengan hibah (pemberian), oleh
karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka
diselesaikan menurut syariat.
Dari
devinisi diatas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan
saling menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara anggota peserta asuransi
syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko).
Oleh
sebab itu, premi pada asurasni syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan
oleh pesertanya yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru’ dana Tabungan
adalah dana titipan dari peserta Asuransi Syariah (life insurance) dan akan
mendapatkan alokasi bag hasil (al-mudharabah) dari pendapatan investasi bersih
yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan
dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim,
baik berupa nilai tunai atau pun klaim manfaat asuransi. Sedangkan tabarru
adalah derma atau dana kebijakan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta
asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat
asuransi (life or general insurance)[3].
B.
Dasar Hukum Asuransi Syariah
Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi
syariah masih mendasarkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992
tentang perasuransian. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu:
”Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tentu.”
Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum
yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi
berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan
asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan
usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada, tidak
dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah.
Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan
hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki
kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi
kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan
RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan
Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan
tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah. [4]
C . Sejarah
Asuransi Syariah
Perkembangan
industri asuransi syariah di negeri ini diawali dengan kelahiran asuransi
syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia
(STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT
Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha
Muslim Indonesia.
Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia. Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi syariah, di antaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah.
Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia. Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi syariah, di antaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah.
Asuransi syariah sudah mulai dikenal semenjak
berdirinya Syarikat Takaful Indonesia pada tahun 1994. Pada tahun 2015
diperkirakan bahwa potensi penerimaan premi syariah di Indonesia akan mencapai
US$ 1,20 miliar. Pencapaian posisi ini menempatkan pada posisi terbesar kedua
setelah Malaysia yang diperkirakan oleh penelitian Institute of Islamic Banking
and Insurance di London sebesar US$ 1,22 miliar. Tetapi jika dibandingkan
dengan asuransi konvensional jumlah premi ini sangatlah kecil.[5]
D. Manfaat Asuransi Syariah
Manfaat
dari asuransi syariah antara lain, yaitu:
1.
Tumbuhnya
rasa persaudaraan dan sepenanggungan di antara anggota.
2.
Implementasi
dari anjuran Rasulullah SAW agar umat islam saling tolong-menolong.
3.
Jauh
dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
4.
Secara
umum memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita
satu pihak.
5.
Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan
biaya.
6.
Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya dengan jumlah tertentu dan
tidak perlu mengganti sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak pasti.
7.
Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat
terjadi peristiwa atau berhentinya akad.[6]
E. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi
Konvensional
Ada
8 perbedaan mendasar antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional.
Perbedaan tersebut adalah[7] :
1.
Asuransi syari’ah memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan
pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam
asuransi konvensional.
2.
Akad yang dilaksanakan pada
asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional
berdasarkan jual beli
3.
Investasi dana pada asuransi
syari’ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi
konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
4.
Kepemilikan dana pada asuransi
syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk
mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi
investasinya.
5.
Dalam mekanismenya, asuransi
syari’ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi
konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran
premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang
dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk tabarru’.
6.
Pembayaran klaim pada asuransi
syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak
awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana
tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
7.
Pembagian keuntungan pada asuransi
syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil
dengan proporsi yang telah ditentukan. SedangkSS pada asuransi konvensional
seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
8.
Asuransi syariah dibebani
kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan konvensional
tidak.
F.
Mekanisme Kerja Asuransi Syariah
Didalam operasional syariah yang sebenarnya terjadi
adalah saling bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta
itu sendiri. Perusahaan diberi kepercayaan oleh para peserta untuk mengelola
premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian tersebut.
Adapun proses yang dilalui seputar mekanisme kerja
asuransi syariah dapat diuraikan:
1. Underwriting Adalah proses
penafsiran jangka hidup seseorang calon peserta yang dikaitkan dengan besarnya
risiko untuk menentukan besarnya premi.
2.
Polis Asuransi Adalah surat
perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan
asuransi.
3. Premi (Kontribusi), Premi dalam
asuransi syariah umumnya dibagi beberapa baagian, yaitu:
a. Premi
tabungan
b.
Premi tabbaru’
c.
Premi biaya
4. Pengelolaan Dana Asuransi (Premi),
Pengelolaan dana asuransi dapat dilakukan dengan akad mudharobah, mudharobah musyarakah atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudharobah, keuntungan perusahaan
asuransi syariah dari bagian keuntungan dana daari investasi (sistem bagi
hasil).
Mekanisme dana
peserta dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu ditinjau dari ada atau tidaknya
unsur tabungan dan ditinjau dari aliran dana dalam asuransi syariah.
5. Jenis
Investasi Usaha Asuransi Syariah, Investasi merupakan penggunaan modal
untuk menciptakan uang , baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan
maupun melalui kerja sama yang lebih berorientasi risiko yang dirancang untuk
mendapatkan perolehan modal. Jenis investasi dan reasuransi syariah terdiri
dari:
a. Deposito
berjangka dan sertifikat deposito pada ban
6. Klaim adalah hak peserta
asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan
kesepakatan dalam akad. Ketentuan klaim dalam asuransi syariah adalah:
a. Klaim
dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian
b. Klaim dapat berbeda
dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan
c. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak
peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya
d. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan
merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad
7. Penutupan Asuransi Adalah
berakhirnya perjanjian asuransi. Penyebab berakhirnya perjanjian asuransi bisa
disebabkan oleh dua hal, yaitu:
a. Perjanjian
secara wajar karena masa berlakunya sudah berakhir sebagaimana perjanjian
semula
b. Perjanjian berakhir
secara tidak wajar karena dibatalkan oleh salah satu pihak walau masa berlaku
perjanjian belum berakhir
G.
Pengembangan Asuransi Syariah
Perkembangan asuransi syariah belakangan ini diburu
banyak orang dan menenangkan. Kini nyaris semua perusahaan asuransi membentuk
unit syariah. Bahkan asuransi asing juga ikut membuka unit syariah. Kendati
asuransi syariah mengalami pertumbuhan yang pesat, kontribusi terhadap total
indistri baru mencapai 1,11% per 2006 dan diperkirakan meningkat keposisi 1,33%
tahun 2007. Total penetrasi pasar asuransi di Indonesia hanya sekitar 3% dari
jumlah penduduk. Walaupun secara kuantitas, perkembangan asuransi syariah di
Indonesia relatif pesat, teatapi dalam kenyataannya asuransi syariah masih
menghadapi beberapa kendala.
H. Produk – Produk Asuransi
Syariah
1.
Produk – produk asuransi jiwa (life insurance)
Ada beberapa contoh
produk – produk life insurance dari
salah satu asuransi syariah yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga, sebagai pionir
asuransi syariah di Indonesia. Antara lain :
a)
Produk – produk individu yang ada unsur tabungan (saving)[8]
Produk – produk individu ada
unsur tabungan (saving) artinya suatu produk yang diperuntukan untuk perorangan
dan dibuat secara khusus, dimana di dalamnya selain mengandung tabarru’ juga terdapat unsur tabungan
yang dapat diambil kapan saja oleh pemiliknya, antara lain :
1)
Takaful Dana Investasi : bentuk perlindungan untuk perorangan yang
menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang rupiah dan U$
Dollar sebagai dana investasi yang diperuntukkan bagi ahli warisnya jika
ditakdirkan meninggalkan lebih awal atau sebagai bekal untuk hari tuanya.
2)
Takaful Dana Siswa : bentuk perlindungan untuk perorangan yang
bermaksud menyediakan dana pendidikan, dalam mata uang rupiah dan U$ Dollar
untuk putra putrinya sampai sarjana.
3)
Takaful Dana Haji : bentuk perlindungan untuk perorangan yang
menginginkan dan merencanakn pengumpulan dana dalam mata uang rupiah dan U$
Dollar untuk biaya menjalankan ibadah haji.
4)
Takaful Dana Jabatan : bentuk perlindungan untuk Direksi/pejabat
teras suatu perusahaan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana
dalam mata uang rupiah/U$ Dollar sebagai dana santunan yang diperuntukkan bagi
ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal atau sebagai dana
santunan/investasi pada saat tidak aktif lagi ditempat kerja.
5)
Takaful Hasanah : bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan
dan merencanakan pengumpulan dana sebagai modal usaha/diperuntukkan bagi ahli
warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal.
b) Produk – produk individu
(non saving)
Produk – produk individu tanpa
tabungan (non saving) : produk –
produk syariah yang sifatnya individu dan didalam struktur produknya tidak
terdapat unsur toboggan atau semuanya bersifat tabarru’ dana tolong
menolong, antara lain[9] :
1)
Takaful Kesehatan Individu, program ini diperuntukkan bagi
perorangan yang bermaksud menyediakan dana santunan rawat inap dan operasi bila
peserta sakit dan kecelakaan dalam masa perjanjian.
2)
Takaful Kecelakaan Diri Individu, program yang diperuntukkan bagi
perorangan yang bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta
mengalami musibah kematian karena kecelakaan dalam masa perjanjian.
3)
Takaful Al-Khairat Individu, program ini diperuntukkan bagi
perorangan yang bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta
mengalami musibah kematian dalam masa perjanjian.
c)
Produk – produk kumpulan
Adalah produk yang didesain dalam
jumlah peserta relative banyak dan dalam struktur produknya ada yang mengandung
unsur tabungan (saving) dan ada yang
tidak mengandung unsur tabungan. Produk – produk kumpulan yang tidak mengandung
unsur tabungan diakhir masa kontrak tidak ada bagi hasil atau pengambilan nilai
tunai, karena semuanya bersifat tabarru’,
antara lain[10]:
1)
Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan, bentuk kumpulan yang ditujukkan
untuk perusahaan, organisasi/perkumpulan yang bermaksud menyediakan santunan
kepada karyawan/anggota apabila mengalami musibah karena kecelakaan dalam masa
perjanjian.
2)
Takaful Kecelakaan Siswa, bentuk kumpulan yang ditujukkan kepada
sekolah/perguruan tinggi/lembaga pendidikan nonformal yang bermaksud menyediakan santunan kepada
siswa/mahasiswa/pesertanya apabila mengalami musibah karena kecelakaan yang
mengakibatkan cacat tetap total maupul sebagian atau meninggal.
3)
Takaful Wisata dan Perjalanan, program yang diperuntukkan bagi biro
perjalanan dan wisata/travel yang berkeinginan memberikan perlindungan kepada
pesertanya apabila mengalami musibah karena kecelakaan yang mengakibatkan cacat
tetap total, sebagian atau meninggal selama wisata maupun perjalanan dalam dan luar negeri.
4)
Takaful Pembiayaan, bentuk perlindungan kumpulan yang beberapa jaminan
pelunasan utang apabila yang bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam masa
perjanjian.
5)
Takaful Majelis Taklim, bentuk perlindungan bagi majelis taklim
yang bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris jamaah apabila yang bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam
masa perjanjian.
6)
Takaful Al-Khairat : bentuk perlindungan kumpulan yang
diperuntukkan bagi perusahaan pemerintah/swasta, organisasi yang berbadan
hokum/usaha yang bermaksud menyediakan santunan meninggal untuk ahli waris bila
peserta/karyawan mengalami musibah meninggal.
7)
Takaful Medicare : program asuransi kesehatan yang memberikan
jaminan penggantian biaya pengobatan dan operasi peserta yang disebabkan oleh
penyakit maupun kecelakaan. Dengan mengikuti program Full Medicare, maka
diharapkan rasa aman dan terlindung dari hal – hal yang tidak terduga.
8)
Takaful Al-Khairat + Tabungan Haji (Takaful Iuran Haji) : program
bagi para karyawan yang bermaksud menunaikan ibadah haji dengan pendanaan
melalui iuran bersama dan keberangkatannya secara bergilir.
9)
Takaful Perjalanan Haji dan Umrah, program ini diperuntukkan bagi
jamaah haji dan umrah yang bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris
jamaah bila peserta meninggal sewaktu menjalankan ibadah haji atau umrah.
·
Untuk perjalanan haji
dimulai sejak pemberangkatan dari bandara sampai dengan kembali ke tanah air
setelah kembali dari Mekah.
·
Untuk perjalanan umrah
dimulai dari tempat pemberangkatan jamaah umrah sampai kembali ke tanah air.
2.
Produk – produk asuransi kerugian (general insurance)
a) Produk – Produk Simple
Risk[11]
Produk –
produk Simple Risk adalah jenis –
jenis produk asuransi umum atau kerugian yang berdasarkan syariah, yang tingkat
resiko dan perhitungan secara teknis dalam prosuk – produknya relative
sederhana (simpe) dan resiko standar
tanpa perluasan jaminan. Umumnya jumlah penutupan masih dalam batas Own Retention (OR) perusahaan, sehingga
survei resiko tidak mutlak diperlukan, antara lain :
1)
Takaful Kebakaran (Fire Insurance), memberikan perlindungan
terhadap kerugma dan atau kerusakan sebagai akibat terjadinya kebakaran yang
disebabkan percikan api, sambaran petir, ledakan dan kejatuhan pesawat terbang
berikut resiko yang ditimbulkannya. Dan juga dapat diperluas dengan tambahan
jaminan polis yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan.
2)
Takaful Kendaraan Bermontor (Motor Vehicle Insurance), memberikan
perlindungan terhadap kerugma dan atau kerusakan atas kendaraan yang
dipertanggungkan akibat terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara
sebagian (partial loss) maupun secara
keseluruhan (total loss), tindak
pencurian, tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga, huru hara, pemogokan umum,
kerusuhan, kecelakaan diri pengemudi dan kecelakaan diri penumpang.
3)
Takaful Kecelakaan Diri (Personal Accident Insurance), jaminan
kecelakaan yang bisa berakibatkan : meninggal dunia akibat kecelakaan, cacat
tetap seluruhnya akibat kecelakaan, cacat sebagian akibat kecelakaan dan
penggantian biaya dokter, biaya pengobatan rumah sakit akibat kecelakaan.
4)
Takaful Aneka (General Accident Insurance), memberikan perlindungan
terhadap kerugian dan atau kerusakan sebagai akibat resiko – resiko yang tidak
dapat ditutup pada polis – polis Takaful yang telah ada, antara lain :
·
Takaful Penyimpanan Uang (Cash
in safe/box insurance)
·
Takaful Kebongkaran (burglary
insurance)
·
Takaful Tanggung Gugat (liability
insurance)
·
Takaful A.T.M
·
Takaful Jaminan Ketidakjujuran (fidelity
guarantee insurance)
·
Takaful Lampu Reklame (neon
sign insurance)
b) Produk – Produk Mega Risk[12]
Produk Mega
Risk adalah produk – produk kerugma yang berdasarkan syariah, dimana tingkat
resikonya sangat tinggi (high risk)
sehingga umumnya melebihi kapasitas reasuransi perusahaan dan dalam struktur
perhitungan teknisnya cukup rumit (complicated),
antara lain :
1)
Takaful Kebakaran (industrial risk), menjamin objek – objek dengan
tingkat resio tinggi seperti : pabrik, pengilangan, pergudangan, dan juga
memberikan kebebasan peserta takafaul untuk menggunakan polis yang sesuai
dengan kebutuhan penjaminan seperti property
and pecuniary insurance (assurance harta benda dan kepentingan keuangan)
2)
Takaful Rekayasa (Engineering insurance), memberikan perlindungan
terhadap kerugma dan atau kerusakan sebagai akibat yang berkaitan dengan
pekerjaan pembangunan beserta alat – alat berat, pemasangan konstruksi
baja/mesin dan akibat beroperasinya mesin produksi serta tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga.
3)
Takaful Pengangkutan (Cargo Insurance), memberikan perlindungan
terhadap kerugma dan atau kerusakan pada barang – barang atau pengiriman uang
sebagai akibat alat pengangkutnya mengalami musibah atau kecelakaan selama
dalam perjalanan melaui laut, udara atau darat.
4)
Takaful Surety Bond (construction contract bond) memberikan
perlindungan terhadap kerugma yang terjadi pada pemilik proyek atau pemberian
fasilitas terhadap pelaksanaan kontrak atau penerima fasilitas dalam
menjalankan kontrak.
5)
Takaful Rangka Kapal (Marine Hull Insurance), memberikan
perlindungan terhadap kerugma dan atau kerusakan pada rangka kapal dan mesin
kapal akibat kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang dialami.
6)
Takaful Eenergi (Oil and Gas Insurance), memberikan perlindungan
terhadap kerugma akibat kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang dialami
dalam pekerjaan pengeboran minyak dan gas di darat maupun lepas pantai.
7)
Takaful Tanggung Gugat (Liability Insurance), memberikan jaminan
atas kerugian peserta dari kemungkinan tuntunan ganti rugi pihak lain yang
disebabkan oleh keberadaan harta peserta atau aktivitas bisnis peserta atau
profesi peserta.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Hamzah Ya’qub,
“Kode Etik Dagang Menurut Islam”,…..h:293
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2281442-pengertian-asuransi-syariah/#ixzz29SRnMLgy
http://Pengertian Asuransi Syariah.htm
Muhammad Syakir Sula, 2004, asuransisyariah, Jakarta, gema insani
[1] http://anshorudin.blogspot.com/2012/03/asuransi-syariah.html
[2] http://id.shvoong.com/law-and-politics/contemporary-theory/2174651-pengertian-asuransi-syariah/
[3] Dr. H. Hamzah Ya’qub, “Kode Etik
Dagang Menurut Islam”,…..h:293
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2281442-pengertian-asuransi-syariah/#ixzz29SRnMLgy
[4] http://anshorudin.blogspot.com/2012/03/asuransi-syariah.html
[5] http://shanty04.blogspot.com/2011/01/makalah-asuransi-syariah.html
[6] http://Pengertian
Asuransi Syariah.htm
[7] http://shanty04.blogspot.com/2011/01/makalah-asuransi-syariah.html
[8] Muhammad
Syakir Sula, Buku Panduan Pemasarna Grup
Takaful, 2003, STI, hal 10 – 23, File Kumpulan Produk – produk Takaful Keluarga Syahrial Sakni, File Kumpulan Produk – produk Takaful Keuarga / Suko dan dapat dilihat
juga dalam Manggaraja dkk, Modul
Pengetahuan Dasar Takaful, T&D Dep. ATK dan di www.takaful.com/atk/produk/dana/arusdana.htm.
[9] Ibid
[10] Ibid
[11]
Muhammad Syakir Sula, Buku Panduan
Pemasara Grup Takaful, 2003, STI,
hal 60 – 90. Lihat juga Nursiwan, Jenis
–jenis produk asuransi Takaful Umum, 2001, ATU, hal 4 – 30. Dan Mirzani, Asuransi Takaful Umum-Amanah Syariah &
Profesional, t.th, ATU Surabaya, hlm. 1–20.
[12] ibid
No comments:
Post a Comment