Pengertian
Produksi Islam
Dr.
Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa arab
dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu
sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin
bi istikhdami muzayyajin min anashir al-intaj dhamina itharu zamani muhaddadin
(pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan
unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Hal
yang senada di ucapkan oleh Dr. Abdurahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah
fi Ilm al-iqtishad al-Islamy. Abdurahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam
melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility)
yang diambil dari hasiil produksi tersebut. Dalam pandangannya harus mengacu
pada nilai utiity dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan
bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat. Dalam hal ini, Abdurahman
merefleksikan pemikirannya dengan mengacu pada al-Quran Surat Al Baqarah: 219
yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr.
Lain
halnya dengan Taqiyuddin an-Nabhani dalam mengantarkan pemahaman tentang
produksi : ia lebih suka memakai kata istishna untuk mengartikan ‘produksi’
dalam bahasa arab. An_Nabhani memahami produksi itu sebagai sesuatu uang mubah
dan jelas berdasarkan as-sunnah. Sebab, Rosulillah Saw pernah membuat cincin.
Diriwayatkan dari Anas yang mengatakan “Bani Saw telah membuat cincin” (HR Imam
Bukhari). Dari Ibnu mas’ud: “ Bahwa Nabi Saw telah membuat cincin yang terbuat
dari emas.” (HR Imam Bukhari). Beliau juga perjah membuat mimbar. Dari Saha;
berkata “ Rosuillah Saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau) :
Perintahkanlah anakmu si tukang kayu untuk membuatkan tempat dudukku, sehingga
aku bisa duduk diatasnya” (HR Imam Bukhari). Pada masa Rosulullah, orang-orang
biasa memproduksi barang dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka. Sehingga
diamnya beliau menunjukan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktifitas
berproduksi mereka. Status (taqrir) dan perbuatan Rosul itu sama dengan
sabda beliau, artinya sama merupakan dalil syara’.
Dari
pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa
yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk
menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa
manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga
materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam
“memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan
manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan
mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Memindahkannya
dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau
menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan
datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi
kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang
lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau
penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar
menjadi sesuatu yang baru[1].
B.
Ayat – ayat Alqur’an
Tentang Produksi
1.
Q.S An-Nahl : 65 – 69
“Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu
dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
mendengarkan (pelajaran).(65) Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu
benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa
yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah,
yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (66) Dan dari buah korma
dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik.
Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkan.(67) Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : "Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibikin manusia",(68) Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan
dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah
itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan.(69) {Q.S An-Nahl : 65 – 69}.
2.
Q.S An-Nahl : 80 – 81
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia
menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang
kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim
dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat
rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)(80) Dan
Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan
Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan
bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya
atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)(81) {Q.S An-Nahl : 80 – 81}
3.
Q.S Hud : 37
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan
janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu;
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. {Q.S Huud: 37}
C.
Tujuan Produksi
Dalam
konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh
laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi
konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah
yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun
dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh
laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam.
Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.
Keuntungan
bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh
setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala
hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri dan manusia
secara keseluruhan.
Keberkahan
ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam
kegiatan produksinya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan
menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka
panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya
permintaan.
Berkah
merupakan komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu, bagaimanapun dan
seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input
produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk
output[2]
Berkah
yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang dipergunakan
untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat baik dimasa sekarang
maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal (tanpa izin) baik
itu dari hasil illegal logging, maupun penggunaan bahan baku yang tanpa batas
dalam penggunaannya dalam jangka waktu pendek mungkin akan memiliki nilai
manfaat yang baik (pendistribusian baik), tetapi dalam Jangka waktu panjang
akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan baku dari ilegal
logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai bencana, dan akan
memberikan nilai mudharat kepada para penerus/generasi selanjutnya.
Sedangkan
menurut nejatullah sebagaimana di
kutip kahf ada lima tujuan produksi dalam islam yaitu:
1.
Memenuhi kebutuhan pribadi secara wajar
Tujuan ini tidak
dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap self interest karena yang menjadi konsep
dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak
kurang. Terdapat dua implikasi pada kebutuhani
ini.pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan
bukan keinginan dari konsumen. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan,
tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar.
Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi hanya untuk
mencukupi diri sendiri, lebih baik jika produksi melebihi keperluan pribadi,
sehingga bisa dimanfaatkan oleh orang lain.
2.
Memenuhi kebutuhan masyarakat
Tujuan ini berarti
bahwa produsen harus proaktif dalam menyediakan komoditi-komoditi yang menjadi
kebutuhan masyarakat, dan terus menerus berupayaa memberikan produk terbaik,
sehingga terjadi peningkatan dalam
kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.
3.
Keperluan masa depan
Berorientasi ke
masa depan berarti produsen harus terus menerus berupaya meningkatkan kualitas
barang yang dihasilkan melalui serangkaian proses riset dan pengembangan dan
berkreasi untuk menciptakan barang-barang baru yang lebih menarik dan diminati
masyarakat.
4.
Keperluan generasi yang akan datang
islam menganjurkan
umatnya untuk memperhatikan keperlan generasi yang akan datang. Produksi
dilakukan tidak boleh mengganggu keberlanjutan hidup generasi yang akan datang,
pemanfaatan input di masa sekarang tidak boleh menyebabkan generasi yang akan
datang kesulitan dalam mengakses sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat
ini memiliki kaitan yang erat dengan kemampuan produksi di masa depan. Jadi,
ada semacam inter and intra generation
equity (keseimbangan antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang).
5.
Keperluan sosial dan infak di jalan Allah
Ini merupakan
insentif utama bagi produsen untuk menghasilkan tingkat output yang lebih
tinngi, yaitu memenuhui tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun
keperluan pribadi, masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang
akan datang telah terpenuhi, produsen tidak harus bermalas-maasan dan berhenti
berinovasi. Tetapi sebaliknya, produsen harus memproduksi lebih banyak lagi
supaya dapat diberikan kepada masyarakat dalam bentuk zakat, sedekah, infak,
dan lain sebagainya.
D.
Prinsip-prinsip Produksi
Pada
prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana
seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu
sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah
(kebahagiaan) demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan
jasa guna falah tersebut. Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar bagi
kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :
Sejak
dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran
dan dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas
Islam. Metwally (1992) mengatakan ”perbedaan dari perusahaan-perusahaan non
Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi
dan strategi pasarnya”. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas
dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan
diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat
untuk mnecapai falah, yaitu : 1. kehidupan, 2. harta, 3. kebenaran, 4.
ilmu pengetahuan dan 5. kelangsungan keturunan. Selain itu Islam juga
mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah dan tahsiniyah)
dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan, larangan
ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya.
2. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek
sosial-kemasyarakatan
Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan
lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih
luas. Selain itu, masyarakat juga nerhak menikmati hasil produksi
secara memadai dan berkualitas. Jadi produksi bukan hanya menyangkut
kepentingan para produsen (staock holders) saja tapi juga
masyarakat secara keseluruhan (stake holders). Pemerataan manfaat dan
keuntungan produksi bagi keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara
yang paling baik merupakan tujuan utama kegiatan ekonomi.
3.
Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih
kompleks[4]
Masalah
ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk
pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan
pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya
alam maupun manusia. Sikap tersebut dalam Al-Qur’an sering disebut
sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah[5]. Hal ini akan membawa
implikasi bahwa prinsip produksi bukan sekedar efisiensi, tetapi
secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya
ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.
Kegiatan produksi dalam perspektif
Islam bersifat alturistik sehingga produsen tidak hanya mengejar
keuntungan maksimum saja. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas
sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu falah didunia dan akhirat.
Kegiatan produksi juga harus berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan
kebajikan bagi masyarakat. Prinsip pokok produsen yang Islami yaitu
: 1. memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan, 2. memiliki dorongan untuk
melayani masyarakat sehingga segala keputusan perusahaan harus mempertimbangkan
hal ini , 3. optimasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua
prinsip di atas.
E.
Faktor – faktor Produksi
Faktor-faktor dalam produksi yaitu :
1.
Tanah
Pengertian tanah mengandung arti yang luas termasuk sumber semua yang kita
peroleh dari udara, laut, gunung dan sebagainya, sampai dengan keadan geografi,
angina dan iklim terkandung dalam tanah. Al Qu’an menggunakan kata tanah dengan
maksud ayang berbeda. Manusia diingatkan akan sumber kekyaan untuk dipergunakan
. manusia boleh menggunakan sumber yang tersembunyi dan potensi untuk memuaska
kehendak yang tidak terbatas.
Islam telah mengakui tanah sebagai factor produksi tetapi tidak setepat
digunakan dalam arti sama yang digunakan di zaman modern.tanah boleh digunakan
dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan masyarakat sebagai prinsip dasar
Ekonomi Islam
2.
Tenaga kerja
Dalam islam tenaga kerja
bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa yang abstrakyang ditawarkan untuk
dijual pada pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang memperkerjakan buruh
punya tanggung jawab moral dan social.
3.
Modal
Modal meupakan asset yang digunakan untuk membantu
distibusi asset berikutnya. Menurut Thomas, miilik individu dan Negara yang
digunakan dalam menghasilkan asset berikutnya selain tanah dan modal. Modal
dapat memberikan kepuasan pribadi dan membantu menghasilkan kekayaan.
4.
Organisasi
Organisasi memerankan
peranan penting dan dianggap sebagai factor produksi yang paling penting. Dalam
organisasi tentu ada yang menjalankan dan dalam bisnis yaitu seorang usahawan.
Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya usahawan dalam sebuah organisasi.
Dengan adanya usahawan proses perencanaan, pengorganisasin, pengktualisasian
dan proses evaluasi akan berjalan dalam bisnis.
F.
Fungsi Produksi
Berikut
ini beberapa asumsi dasar yang melandasi analisa fungsi produksi dalam
pandangan konvensional, yaitu:
1.
Kegiatan produksi tidak hanya dilakukan terbatas
oleh perusahaan saja. Misalnya memelihara taman depan rumah sehingga asri
(mengkombinasikan mesin, tenaga kerja, tanah dan keahlian) juga termasuk
kegiatan produksi (dilakukan oleh rumah tangga). Dengan demikian maka bahasan
utama dalam ekonomi konvensional adalah kegiatan produksi yang dilakukan oleh
perusahaan atau suatu organisasi dengan bentuk badan hukum tertentu yang
bertujuan mencari keuntungan.
2.
Kondisi pasar yang eksis dalam industri adalah
pasar persaingan sempurna. Sehingga dengan asumsi ini output setiap perusahaan
merupakan bagian kecil dari keseluruhan output yang dibutuhkan oleh pasar.
3.
Setiap perusahaan bebas keluar-masuk dalam
industri (free entry-exit). Implikasi dari asumsi ini adalah adanya tarikan
yang kuat pada industri yang memiliki tingkat keuntungan yang tinggi.
G.
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah semua pengeluaran
perusahaan untuk memperoleh factor-faktor produksi yang akan digunakan untuk
menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut. Untuk analisis
biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu :
1.
jangka panjang,
yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan
2.
jangka pendek,
yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian
lainnya tidak dapat berubah. Dalam bab ini hanya dibahas biaya produksi jangka
pendek
Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu :
1.
Biaya tetap (fixed cost)
2.
Biaya variabel (variable cost).
Dalam analisis biaya produksi perlu memperhatikan:
1.
Biaya produksi rata-rata : yang meliputi biaya produksi total rata-rata,biaya produksi tetap
rata-rata, dan biaya variabel rata-rata
2.
biaya produksi marjinal, yaitu tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu
unit produksi.
Jadi, dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, biaya
produksi dapat dibagi ke dalam:
1.
Biaya Total ( Total Cost
= TC), adalah
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi.
TC = TFC + TVC
Dimana TFC = total fixed cost dan TVC = total variable cost.
2.
Biaya Tetap Total (total
fixed cost = TFC), adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah jumlahnya.
contoh : biaya pembelian mesin, membangun
bangunan pabrik, membangun prasarana jalan menuju pabrik, dan sebagainya.
3.
Biaya Variabel Total
(total variable cost = TVC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi variabel. Contoh : upah tenaga kerja, biaya pembelian bahan
baku, pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya.
4.
Biaya Tetap Rata-Rata
(Average Fixed Cost = AFC) adalah biaya tetap total dibagi dengan jumlah
produksi. TFC
AFC = ------- ( di mana Q = tingkat output)Q
5.
Biaya Variabel Rata-Rata
( Average Variable Cost = AVC) adalah biaya variabel total dibagi dengan jumlah produksi. TVC
AVC = --------Q
6.
Biaya Total Rata-Rata (
Average Total Cost = AC) adalah biaya total dibagi dengan jumlah produksi. TC
AC = --------- atau AC = AFC + AVC
7.
Biaya Marginal ( Marginal
Cost =MC) adalah
tambahan biaya produksi yang digunakan untuk menambah produksi satu unit. DTC
MC = ---------DQ
Penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Terdapat tiga konsep
penting tentang revenue yang perlu diperhatikan untuk analisis perilaku
produsen :
1.
Total Revenue (TR)
yaitu total penerimaan produsen dari hasil
penjualan outputnya. Jadi, TR = Pq Q, dimana Pq = harga output per unit; Q =
jumlah output.
2.
Average Revenue (AR) yaitu penerimaan
produsen per unit output yang dijual.
3.
Marginal Revenue (MR) kenaikan TR yang
disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output
DAFTAR PUSTAKA
Khatimah
Husnul , Teori Produksi Islam, Kafe Syariah.net
Hendrie
Anto. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Jalasutra. Yogyakarta
Zainudin
Muhammad. Konsep Produksi dalam ekonomi islam, http://muhamadzainudindzay. blogspot.com/2009/05/konsep-produksi-dalam-ekonomi-islam.html
Adiwarman Karim. 2007. Ekonomi Mikro Islami, PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Bambang
Rudito & Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di Indonesia
Hermant
Laura Pincus, 1998. Perspective in Business Ethics, Irvin McGraw Hill
No comments:
Post a Comment